Keterpurukan
Ekonomi bangsa Indonesia saat ini terjadi akibat tidak meratanya distribusi
pendapatan dan kesempatan berusaha bagi rakyat. Selama ini rakyat masih
dijadikan objek pembanganunan saja, belum dilibatkan dalam proses
pembangunan, sehingga rakyat kehilangan keseimbangan dalam mengahadapi kemajuan
ekonomi global. Hilangnya kesempatan berusaha bagi rakyat kecil tersebut secara
defakto adalah umat Islam, hal itu terjadi karena beberapa faktor :
1.
Umat Islam belum menyadari sepenuhnya bahwa sistem ekonomi
Islam memiliki keunggulan yang harus dikembangkan.
2.
Kurang mengefektifkan distribusi pendaptan melalui konsep
Zakat, Infak dan Shadaqah bagi rakyat miskin.
3.
Belum teridentifikai secara nyata potensi pembayar zakat
yang sesungguhnya, baik lembaga maupun individu.
4.
Belum teridentifikasi penerima zakat, infak dan shadaqah
secara merata.
5.
Belum membangun solidaritas ekonomi secara sehat, jujur dan
produktif bagi umat Islam.
Ketiga faktor
tersebut sekiranya dapat dikembangkan dengan baik dan dijalankan secara konsisten
maka akan dapat mengatasi kesenjangan serta meningkatkan daya tahan ekonomi
umat Islam.
Konsep Zakat,
Infak dan Shadaqah
Zakat, infak dan
shadaqah secara umum mempunyai arti yang sama, yaitu menyerahkan sebagian harta
yang dimiliki untuk orang lain. Artinya dalam harta yang dimiliki itu ada hak
orang lain. Dalam struktur kalimat yang disampaikan melalui al-Quran dan Hadst
Nabi mempunyai arti yang berbeda-beda dan mempunyai konsekwesi agama yang
mendalam dan berimplikasi pada nilai-nilai keimanan. Kata zakat atau yang
berarti zakat, infak dan shadaqah penyebutannya dalam al-Quran tidak kurang
dari 51 ayat, dan setiap penyebutan kata zakat selalu mengiringi kata shalat.
Zakat dan sholat bagaikan dua sisi mata uang. Bila satu sisi mata uang itu rusak
akan menyebabkan uang itu tidak laku lagi. Begitu juga dengan dengan
pelaksanaan zakat dan sholat yang saling mengisi dan menguatkan hal ini berlaku
bagi orang-orang yang memiliki kemampuan.
Pelaksanaan zakat memiliki dua
dimensi ukhrowi dan duniawi. Disatu sisi sebagai kewajiban pelaksanaan ibadah
kepada Allah Swt. disisi lain sebagai solidaritas sosial yang sekaligus
didalamnya membangun nilai-nilai ekonomi. Karena zakat bagian dari instrumen
distribusi pendapatan. Dengan pembagian zakat akan mendorong multiflier efek
ditengah-tengah masyarakat. Zakat, infak dan shadaqah dalam penyalurannya
masing-masing mempunyai kekhususan. Penerima zakat klasifikasinya sudah
ditentukan dalam al-Quran, yaitu ada delapan kelompok (asnaf) yang meliputi ;
fakir, miskin, amilin, mualaf,
budak, ghorimin (berhutang),
fisabilillah dan ibnu sabil. Dalam penyerahannya menurut skala
prioritas.
Lalu bagaimana teknis penyerahannya?
Penulis berbendapat atas dasar ayat al-Quran bahwa penyerahan zakat yang lebih
baik adalah melalui lembaga (amilin). Maka dari itu panitia zakat (amilin) yang
ditunjuk harus adil, akuntabel, transparan, demokratis dan musyawarah serta
profesional. Atas dasar itu diperlukan manajemen zakat, infak dan shadaqah.
Oleh karena itu Baitul Mal sebagai lembaga amil yang permanen yang saat ini
lebih dikenal dengan LAZNAS, BAZIS, LAZIS. Hal ini perlu disosialisasikan
sehingga tidak lagi masyarakat menyerahkan zakat menurut presepsi yang selama
ini berkembang, yaitu menyerahkan zakat secara langsung kepada masyarakat
penerima.
Sebagaimana Dr. Yuauf Qordowi
menyatakan, “ Zakat adalah satu rukun yang bercorak sosial ekonomi dari lima
rukun Islam. Dengan zakat, di samping ikrar tauhid (syahadat) dan shalat,
seorang barulah sah masuk ke dalam barisan umat Islam dan diakui keislamannya,
sesuai dengan firman Allah :
Artinya.”Jika mereka bertobat,
mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah
saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang
mengetahui.(Qs. 9:11)”
Zakat adalah kewajiban bagi orang-orang yang
beriman sama halnya bagi mereka yang menunaikan shalat. Shalat dan zakat
dilaksanakan secara seiring dan sejalan.
Prinsip Ekonomi Islam
Islam
secara prinsip telah melarang riba dan menghlalkan jual beli baik secara tunai
maupun kridit. Riba artinya mengambil kelebihan atau keuntungan secara ilegal,
tidak melalui transaksi produk yang diukur dengan standar nilai yang berlaku, malainkan transaksi jual
beli uang. Apabila fasilitas seperti itu dipertahankan, maka dapat dipastikan
krisis ekonomi tidak akan kunjung reda, karena yang demikian akan mendorong
para pemilik uang akan selalu berspekulasi. Karena itu Islam sangat melarang
jual beli uang dan atau tukar menukar barang yang sejenis dengan kadar yang
berbeda.
Prinsip
jual beli sangat dianjurkan dalam ajaran Islam karena akan mendorong masyarakat
produktif. Pada awalnya masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya dilakukan secara
subsistence kemudian melakukan pertukaran (jual-beli) atas dasar barang-barang
yang dibutuhkan dengan standar nilai yang disepakati yaitu uang. Jadi uang
dapat dipergunakan sebagai alat ukur dan alat tukar dalam rangka mempermudah
transaksi bukan alat untuk berspkulasi atau sebagai barang komoditas yang dapat
diperjual belikan. Dengan pertukaran dan jual beli itulah akan mendorong rakyat
untuk meningkatkan produktivitasnya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya,
dengan pertukaran dan jual beli juga akan memperolah kelebihan atau keuntungan
dari hasil transaksi yang dijalankannya. Untuk meningkatnya produksi dibutuhkan
modal kerja yang diperoleh dari hasil keuntungan yang disisihkan atau ditabung.
Dana tabungan akan menambah modal usaha melalui kerjasama (musyarakah) dengan
prinsip bagi hasil (loss and profit sharing), shahibul maal akan
memperoleh nisbah sesuai dengan kesepakatan sedangkan mudharib
akan memperoleh keadialan selain nisbah yang telah ditentukan dari hasil yang
diusahakannya. Sehingga kelebihan dana yang dimiliki oleh agniya tidak
akan digunakan untuk berspekulasi tetapi akan digunakan untuk
berinvestasi(syirkah). Konsep yang indah ini masih kurang disadari oleh umat
Islam.
Efektivitas Zakat, Infak dan Shadaqah
Allah
telah berjanji akan melipatgandakan bagi siapa saja hamba-Nya yang mengeluarkan
Zakat, Infak dan Shadaqah (ZIS). Janji itu pasti akan ditepati-Nya asalakan
dilaksanakan secara baik dan benar. Baik artinya harta yang akan
dikeluarkan dilakukan secara ikhlas atas
dasar melaksanakan perintah Allah, benar artinya harta yang disalurkan tepat
pada sasaran yaitu fuqara wal masakin.
Selama
ini banyak diantara para agniya, para orang kaya dan dermawan
dalam menyalurkan Zakat, Infak dan Shadaqah masih sebatas menggugurkan
kewajiban masih belum menyentuh pada
aspek tanggung jawab moral ekonomi sebagai upaya untuk mengatasi kemiskinan
(fuqora wal masakin). Sedangkan pembagiannya maish bertumpu pada jumlah
penerima (kuantitas) belum pada kualitas penerima. Misalnya Bapak Fulan
mempunyai dana yang akan di zakatkan sejumlah Rp. 5 juta. Uang tersebut
biasanya akan dibagikan secara merata pada sejumlah orang yang cukup banyak.
Bila setiap orang akan memperoleh Rp. 100.000,- maka orang yang akan
mendapatkan pembagian uang tersebut sebanyak 50 orang. Memang uang sejumlah itu
bagi rakyat miskin cukup besar. Namun
dapat dipastikan uang Rp. 100.000,- itu akan habis dalam waktu paling lama 3
hari bagi sipenerima yang memiliki jumlah keluarga 2 orang. Tahun depan orang
tersebut akan dapat dipastikan sangat
mengharapkan zakat Pak Fulan kembali. Penyaluran zakat seperti ini akan menciptakan
sifat ketergantungan dan hutang budi berkepanjangan. Sehingga sipengharap
(mustahiq) jumlahnya akan selalu bertambah setiap tahunnya.
Sudah
harus dimulai penyaluran zakat yang bersifat produktif dan tidak kuratif. Akan
berbeda efeknya apabila uang zakat Rp. 5 juta dibagikan hanya kepada paling
banyak 5 orang saja, jadi masing-masing orang akan medapat uang Rp. 1 juta.
Dari uang Rp. 1 juta itu agar diarahkan untuk dijadikan modal kerja, misalnya
untuk usaha dagang. Dengan demikian mustahiq tadi pada tahun yang akan datang
dapat berubah menjadi orang yang
memberikan zakat sesuai dengan keuntungan yang diperolehnya. Oleh karena
itu bagi kelompok-kelompok ini dibutuhkan lembaga yang dapat membina dan
mengarahkan agar tidak terbelenggu oleh kemiskinan secara berkepanjangan.
Untuk
menjembatani hal tersebut dibutuhkan lembaga yang dapat menjangkau sampai pada
tingkat operasional dikalangan rakyat kecil (grassroots) misalnya BMT (Baitul
Mal Wattamwil) atau lembaga zakat yang lain.
Membangun Solidaritas Ekonomi Umat
Faktor
lain yang menghambat pertumbuhan ekonomi umat Islam adalah karena kita masih
kurang percaya pada kelompok kita sendiri. Umat Islam masih cenderung
membanggakan produk atau merek yang diciptakan oleh orang lain. Mungkin ada
produk yang dibuat oleh bangsa sendiri atau orang Islam yang memiliki kualitas
cukup baik. Mengapa masih ada muslim membeli produk orang lain?, yang sudah
pasti keuntungannya tidak dipergunakan untuk membayar zakat bahkan mungkin untuk sebaliknya menghancurkan generasi
muslim menjadi orang yang konsumtif dan seterusnya. Ini adalah konsekwensi dari
perang pemasaran yang sangat masif.
Maka sudah saatnya kita percaya pada bangsa sendiri dan
khususnya umat Islam. Sebaliknya bagi produsen muslim harus menjaga dan
menegakan etika bisnis yang Islami, sehingga dapat membangun kepercayaan
dikalangan masyarakat muslim sendiri dan dunia usaha lainnya khususnya para
konsumen.
Pada
kesimpulannya rakyat masih membutuhkan bimbingan dalam rangka meningkatkan ekonominya.
Maka dari itulah Baitul Mal (BM) diharapkan dapat dijadikan sebagai sarana meningkatkan
sumber pendapatan bagi menciptkan lapangan usaha yang produktif. Karena BM
dapat menjangkau denyut nadi rakyat yang paling bawah. Jadi BM bukan saja sebagai sarana sumber pembiayaan
usaha umat juga harus dijadikan sebagai sentral akumulasi dana umat untuk
selanjutnya disalurkan sebagai pembiayaan ekonomi produktif.
LEMBAGA PENGELOLA ZAKAT, INFAK DAN SHADAQAH
Lembaga
yang mengurusi zakat, infak dan shadaqah adalah Baitul Mal yang merupakan
perwujudan dari Amilin (orang-orang yang ditugaskan mengumpulkan zakat). Yang
meliputi pengumpulan zakat dari berbagai sumber pendapatan masyarakat yang juga
disebut sebagai zakat mal. Besaran pungutan dan ketentuannya sudah diataur baik
melalui ayat al-Quran, hadist dan ijma para ulama sebagai mana dalam tabel
zakat berikut :
Tabel 1. Zakat dan 'Ushr
No
|
Jenis Zakat
|
Yang di Zakati
|
Nisab
|
Waktu Membayar
|
Besar
|
1.
|
Fithrah
|
Setiap jiwa/kepala
semua muslim besar, kecil
|
-
|
Sebelum idul fitri
|
3,5 liter
|
2.
|
Emas/
perak
|
Yang disimpan bukan
yang dikenakan
|
85 gr
emas, 595 gr perak
|
1 haul (setelah
dimiliki 1 th hijriah meski ditengah
berkurang
|
2,5 %
|
3.
|
Perdagangan
|
Uang/modal yang
berputar, bukan aset (bangunan, barang)
|
Seharga 85
gr emas, 595 gr perak
|
1 haul (setelah
dimiliki 1tahun hijriah meski ditengah
berkurang
|
2,5 %
|
4.
|
Tabungan
|
Semua bentuk tabungan
baik tunai, rek, piutang dll
|
Seharga 85
gr emas, 595 gr perak
|
1 haul (setelah
dimiliki 1tahun hijriah meski ditengah
berkurang
|
2,5 %
|
5.
|
Pertanian
|
Hasil panen dikurangi
biaya perawatan (garapan)
|
653kg
gabah
520kg
beras
|
Setiap panen
|
5% hasil
bersih, 10%kotor
|
6.
|
Investasi
|
Hasil dari harta yang
di investasikan (sewa mobil, kontrakanr
rumah)
|
653 kg
gabah
520 kg
beras
|
Setiap panen/setoran
|
5% hasil
bersih, 10%kotor
|
7.
|
Pertambangan
|
Hasil tambang darat
|
-
|
Saat mendapat
|
20%
|
8
|
Hadiah
|
Hadiah, saembara, kuis
|
-
|
Saat mendapat
|
20%
|
9.
|
Profesi
|
Penghasilan kotor (gaji,
honor, komisi, THR) dipotong kebutuhan pokok dan utang
|
520kg
beras
|
Setiap dapat
penghasilan
|
2,5%
|
TABEL 2. ZAKAT PERTERNAKAN UNTA
NO.
|
NISHOB/ekor
|
BESAR/JUMLAH
|
1.
|
5-9
|
1 ekor kambing
|
2.
|
10-14
|
2 ekor kambing
|
3.
|
15-19
|
3 ekor kambing
|
4.
|
20-24
|
4 ekor kambing
|
5.
|
25-35
|
1 unta bintu
makhad (yaitu unta betina yg memasuki tahun kedua)
|
6.
|
36-45
|
1 unta bintu
labur ( yaitu unta betina yg memasuki tahun ketiga)
|
7.
|
46-60
|
1 unta hiqqah
(unta betina yg memasuki tahun keempat dan siap dikawini)
|
8.
|
61-75
|
1 unta
jadza’ah (unta betina yg memasuki tahun kelima)
|
9.
|
76-90
|
2 ekor unta
bintu labur
|
10.
|
91-120
|
2 ekor unta
hiqqah
|
11.
|
121-160
|
3 ekor unta bintu labur
|
12.
|
Seterusnya setiap kelipatan 40 ekor
|
maka zakatnya
1 ekor bintu labur
|
13.
|
Setiap kelipatan 50 ekor
|
Zakatnya 1
ekor hiqqah
|
TABEL 3. ZAKAT
PERTERNAKAN SAPI
No.
|
Nishob
|
BESAR/JUMLAH
|
1.
|
30-39
|
1
ekor Tabi’ ( yaitu sapi yang telah
berusia 1 tahun)
|
2.
|
40-59
|
1 ekor
Musinnah (yaitu sapi yang telah berusia 2 tahun)
|
3.
|
60
|
2 ekor
Tabi’ atau Tabi’ah
|
4.
|
Dan seterusnya setiap kelipatan 30
ekor
|
1 ekor
sapi Tabi’
|
5.
|
Setiap kelipatan 40 ekor sapi
|
1 ekor
sapi Musinnah.
|
TABEL 4. ZAKAT
PERTERNAKAN KAMBING
No.
|
Nishob
|
BESAR/JUMLAH
|
1.
|
40-120
|
1 ekor kambing
domba
|
2.
|
121-200
|
2 ekor kambing
domba
|
3.
|
201
|
3 ekor kambing
domba
|
4.
|
Setiap
kelipatan 100 ekor
|
1 ekor kambing
domba
|
Jenis-jenis
zakat yang tertera dalam tabel di atas belum semuanya dapat dihimpun oleh
lembaga zakat yang ada secara efektif sebagaimana ketentuan dalam syariah
Islam. Walau sudah ada UU tentang zakat lembaga zakat belum dapat diharapkan
sebagaimana ketentuan syariah. Undang-undang yang ada hanya sebatas mengatur
pemungutan dan legalitas lembaga zakat. Belum memasukan perintah memungut
sebagaimana perintah syariah dalam al Quran Surat At-Taubah; 103, atau
sebagaimana UU Pajak yang dapat menekan dan presure bagi yang tidak
melaksanakannya. Yang sesungguhnya lembaga zakat harus melaksanakan ayat
al-Quran sebagaimana termaktub dalam surat at- Taubah 103 :
Artinya.” Ambillah zakat
dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan
mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.”(Qs. 9:103)
Jumlah
lembaga zakat dari mulai tingkat nasional sampai tingkat provinsi dan
kabupaten/kota sudah banyak terbentuk, namun belum efektif. Baik yang dikelola
oleh lembaga negara (BAZNAS/BAZIS) maupun lembaga swasta. Lembaga resmi dan
tidak resmi. Lembaga zakat sampai saat ini masih bersifat pasif, masih
menghimbau dan mengajak. Tidak sembagaimana pada zaman Nabi Saw. dan Sahabat ra.
Mereka yang tidak membayar zakat diperangi, karena mereka termasuk pembangkang
dan melawan perintah Allah Swt. dan
Rasulullah Saw. Walau demikian jumlah dana yang terkumpul sangat
fantastis yang besarnya untuk tahun 2007 mencapai Rp. 361.333.307.000,- jumlah itu mengalami penurunan bila dibandingkan
dengan tahun 2005 yang besarnya Rp. 373.173.447.000,-
Bila
semua potensi zakat dapat dipungut sesuai dengan ketentuan syariah, maka
jumlahnya akan lebih besar dari itu. Seperti zakat pertambangan belum diatur
cara pemungatannya, kelompok tersebut masih dikategorikan zakat niaga biasa.
Termasuk juga zakat pertanian dan perkebunan, perternakan dan zakat lainnya.
Begitu juga dengan penyaluran zakat belum maksimal.
Potensi
zakat yang belum dipungut besarnya sangat luar biasa. Dan hal itu akan dapat
membangun umat dari segi ekonomi dan pembangunan sumberdaya manusia yang luar
biasa pula. Pengembangan zakat harus didekati segi keimanan dan implementasi
sosial. Bahwa orang yang sudah mampu tidak membayar zakat sama saja dia telah
meninggalkan shalat.
Persepsi membayar zakat di Indonesia
masih mengacu pada pendapat yang bersifat umum yang besarnya 2,5%. Yang berlaku
baik bagi individu maupun lembaga (perusahaan). Dalam Undang-undang Zakat
No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat, yang menyatakan, ketentuan umum ayat 2. Zakat adalah
harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk
diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Dan ayat
5. Muzaki adalah seorang muslim atau badan usaha yang berkewajiban menunaikan
zakat. Dalam UU tersebut dijelaskan
bahwa pembayar zakat adalah baik individu maupun badan usaha.
Sesungguhnya
bila diefektifkan bagi setiap invidu yang wajib zakat, banyak ragam harta yang
dapat dikenakan zakat. Karena setiap ada yang sumber pendapatannya dari
berbagai macam kegiatan usaha sebagaimana dalam tabel zakat di atas (tabel
1-4). Belum lagi suber zakat dari badan usaha yang jenis usahanya juga sangat
bervariasi. Misalnya usaha pertambangan zakat yang harus dibayar adalah 20%
bukan 2,5%. Bila penarikan zakat dari usaha-usaha tersebut konsisten dengan UU
23/2011 bahwa pelaksanaan zakat adalah sesuai syariat Islam. Seperti tertuang
dalam pasal 2 dan pasal 4.
Pasal 2
Pengelolaan zakat berasaskan:
a. syariat Islam;
b. amanah;
c. kemanfaatan;
d. keadilan;
e. kepastian hukum;
f. terintegrasi; dan
g. akuntabilitas.
Pasal 4
(1) Zakat meliputi zakat
mal dan zakat fitrah.
(2) Zakat mal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. emas, perak, dan logam
mulia lainnya;
b. uang dan surat berharga
lainnya;
c. perniagaan;
d. pertanian, perkebunan,
dan kehutanan;
e. peternakan dan
perikanan
f. pertambangan;
g. perindustrian;
h. pendapatan dan jasa;
dan
i. rikaz.
(3) Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
merupakan harta yang dimiliki oleh muzaki perseorangan atau badan usaha.
(4) Syarat dan tata cara
penghitungan zakat mal dan zakat fitrah dilaksanakan sesuai dengan syariat
Islam.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai
syarat dan tata cara penghitungan zakat mal dan zakat fitrah sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri.
TUGAS LEMBAGA ZAKAT NEGARA
(BAZNAS/BAZIS)
Lembaga zakat agar lebih efektif dalam
menjalankan tugas baik dalam pemungutan maupun disteribusi zakat, infak dan
shadaqah harus diberi wewang yang tegas. Wewenang itu sebagaimana yang
diberikan kepada Direktorat Jenderal Pajak, yaitu dapat memberikan sanksi
kepada wajib zakat yang tidak melaksanakan kewajibannya. Sehingga sanksi itu
akan berlaku juga kepada wajib zakat sebagai mana wajib pajak. Maka dari itu UU
Zakat harus lebih tegas lagi, tidak hanya mengatur regulasi dan mekanisme
pengelolaan zakat tetapi lebih dari itu.
Selain dari itu lembaga zakat dapat
melakukan identifikasi terhadap para wajib zakat. Sehingga lembaga zakat dapat
bekerjasama dengan Dirjen Pajak. Begitu juga dalam melakukan disteribusi zakat,
infak dan shadaqoh. Lemaba zakat harus juga melakukan identifikasi secara
seksama agar zakat dapat tepat sasaran kepada para mustahiq dan pihak-pihak
yang pantas menerima bantuan selain mustahiq. Maka dari itu lembaga zakat dapat
juga bekerjasama dengan BPS dalam mengidentifikasi calon-calon penerima ZIS.
Pengelola Zakat (Lembaga Pengelola
Zakat) juga harus mempunya program yang jelas dan tepat bagi penerima ZIS yang
penyalurannya baik secara konsumtif maupun porduktif. Semua itu harus diarahkan
kepada peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan ekonomi umat.
Bila
potensi-potensi pembayar zakat diefektifkan penulis berkeyakinan Indonesia
dapat mereduksi hutang luar negeri. Dana zakat dapat dijadikan sumber dana bagi
pengentasan kemiskinan. Sebagaimana yang sekarang ini dijalankan oleh
pemerintah kita. Selama ini dapat pemberdayaan masyarakat sumbernya adalah
hutang luar negeri. Program itu dikemas
dalam Program Nasonal Pemberdayaan Masyarakat
Mandiri (PNPM), dan banyak variasinya PNPM Mandiri.*******