Kamis, 04 Oktober 2012

MALU !!!!



Tulisan ini berupakan pemaparan dari Ketua FUI Sumatera Utara, Ustad S.Timsar Zubil mengenai pembongkaran masjid di kota Medan dan sekitarnya. kejadiannya sangat memalukan karena yang melakukan adalah orang Islam baik pejabat dan pelaku eksekusi dilapangan sedangkan yang memerintahkan bukun orang muslim.  Kejadian tersebut  seperti yang terdapat pada vidio                 
M A L U !!!

"Sebagai ulama saya merasa malu dikota Medan sampai 12 Masjid dihancurkan untuk kepentingan bisnis..."
Pernyataan di atas diucapkan oleh Drs. KH Tengku Zulkarnain MM. ketika menjadi saksi ahli di PN Medan dalam gugatan Perdata atas penghancuran Masjid At Thoyyibah oleh preman-preman suruhan Direktur PT. MIL, Drs. Benny Basri, pada tanggal 10 Mei 2007.
Apabila direnungkan pernyataan Drs. KH. Tengku Zulkarnain MM diatas patutlah kita tercenung karenanya. Betapa tidak ? dari sekian banyak umat Islam, dan tidak sedikit diantaranya berpredikat ulama atau ustadz tidak pernah ada yang melintas dipikirannya untuk membuat pernyataan seperti yang dinyatakan ulama asal Medan yang kini menjadi Wakil Sekjen MUI Pusat, itu sungguh bertolak belakang dengan penanda tangan fatwa sesat MUI Kota Medan yang tanpa merasa malu meminta kepada saya untuk berdamai. Hal itu disampaikannya ketika saya telah selesai memberikan kesaksian dalam gugatan perdata kasus penghacuran Masjid At Thoyyibah di PN Medan pada tanggal 27 Agustus 2012. Saya dan sang Profesor bertemu di Masjid Pengadilan Tinggi Medan ketika akan sholat Zuhur. Sang Profesor berkata :
 "Bagaimana kalau kita berdamai saja ? "
"Boleh, asal dipenuhi syaratnya", jawab saya tegas.
"Apa syaratnya ? nanti saya sampaikan sama Pak Beny, kalau perlu disuruh dia membuat permintaan maaf kepada umat Islam, dimuat disurat kabar - surat kabar"
"Syaratnya sederhana saja, bangun kembali Masjid At Thoyyibah dilokasi semula. Kalau bersedia maka gugatan akan dicabut".
"Wah, itu sulit. Karena dilokasi itu sudah dibangun ruko-ruko ...." Saya potong bicaranya, dan dengan geram saya bilang:
"Menghancurkan rumah ALLAH (Masjid) tidak sulit bagi kalian, tetapi kenapa sekarang mengatakan sulit untuk membangun kembali masjid At Thoyyibah yang dihancurkan secara tidak sah atau melawan hukum. Untuk diketahui kami bukan sekedar memperjuangkan fisik bangunan masjid. Akan tetapi kami juga membela  Marwah, harkat dan martabat umat Islam yang telah dilecehkan, dinista oleh si kafir Benny Basri dengan menghancurkan rumah ALLAH (Masjid At Thoyyibah)”.
Dengan suara lemah sang Professor berkata :
"Saya kan cuma usul, kalau setuju saya sampaikan, kalau tidak, ya tidak apa", katanya pasrah.
Beberapa contoh lagi
Lain pula ulah Professor yang satu lagi. Kepada warga (Jamaah Masjid Raudhatul Islam) dan rekan-rekan dari Aliansi ormas Islam dikatakannya dia mendukung pembangunan kembali Masjid Raudhatul Islam, dan bersedia membuat surat atas dukungannya itu. Akan tetapi ketika diminta surat yang dijanjikannya itu, ternyata sang Professor ingkar janji dia tidak merasa malu kepada ALLAH dan kepada rekan-rekan Aliansi Ormas Islam beserta pengurus BKM Raudhatul Islam yang datang berkunjung kerumahnya pada akhir Bulan Ramadhan 1433 H yang lalu.
Adapun Ketua Komisi Fatwa yang pada pertemuan di kantor MUI Kota Medan tanggal 23 April 2007 menyatakan pendapatnya :
“Jangan dulu masjid At Thoyyibah lama dibongkar, dan jangan pula masjid baru penganti diresmikan sampai ada keputusan dari Mahkamah Agung mengenai kasasi yang diajukan oleh masyarakat”. Akan tetapi  hanya berselang 3 hari kemudian, pada tanggal 26 April 2007 keluarlah fatwa MUI Kota Medan  yang beliau sendiri turut menandatanganinya, dan fatwa itulah yang dijadikan alasan pembenaran oleh Direktur PT. MIL untuk menghancurkan masjid At Thoyyibah  
Ketika saya memberi kesaksian di PN Medan itu Kuasa hukum MUI Kota Medan, dalam pembelaannya menyatakan bahwa fatwa MUI Kota Medan tentang Istibdal Masjid At Thoyyibah tidak ada menyebutkan penghancuran Masjid tersebut. Pernyataannya itu saya jawab :
"Saya juga tidak mengatakan fatwa MUI Kota Medan menyebutkan penghancuran Masjid At Thoyyibah, akan tetapi keterangan (keputusan) fatwa tersebut yang menyatakan bahwa masjid baru pengganti telah layak untuk menggantikan masjid At Thoyyibah lama. Dengan fatwa itulah Direktur PT. MIL berhasil mendapatkan dukungan  Pemko Medan dan Kepolisian Daerah Sumatera Utara. Oleh karena bila suatu objek telah diganti, maka objek yang digantikan itu tentulah menjadi milik yang menggantikan, makanya PT. MIL merasa berhak menghancurkan Masjid At Thoyyibah.
Beberapa hal yang diuraikan diatas menunjukan sikap dan perbuatan dari mereka yang sudah tidak punya rasa malu sehingga berakibat masjid At Thoyyibah luluh lantak oleh palu godam preman-preman bayaran Direktur  PT. MIL Drs. Benny Basri. Mereka tidak merasa malu, tidak merasa terhina melihat rumah ibadahnya dihancurkan, melihat bagaimana menara Masjid At Thoyyibah dalam sekejap rubuh oleh eskavator milik Drs. Benny Basri. Mereka lupa kepada pernyataan imam-imam mereka  bahwa  meskipun diganti yang lebih bagus Masjid tidak boleh di tukar jika tidak dengan alasan yang Syar'i. Adapun kepentingan bisnis pengembang bukanlah alasan yang Syar'i, jadi oleh sebab itu masjid At Thoyyibah tidak boleh dipindahkan. Apalagi pada saat itu proses hukum (kasasi) status lahan dimana Masjid At Thoyyibah berada belum diputus oleh Mahkamah Agung. Seyogyanya, jangankan menghancurkan untuk membangunpun dalam keadaan status quo tidak dibenarkan. Maka penghancuran Masjid At Thoyyibah adalah illegal, melawan hukum karena tanpa perintah pengadilan. Ironinya penghancuran itu dilaksanakan dengan pengamanan puluhan Satpol PP dan pasukan Brimob bersenjata lengkap.
Kenapa bisa terjadi ?
Jawabannya ialah, dikarenakan rasa malu sudah hilang sehingga perbuatan-perbuatan jahat, seperti dusta, manipulasi data, suap menyuap dan perbuatan melawan hukum lainnya dilakukan tanpa rasa malu sedikitpun sampai koruptor pun dianggap sebagai pahlawan hanya karena dapat memberi uang dan jabatan. Naudzubillahi min dzalik.
Semoga Majelis hakim yang akan memutuskan perkara ini terpelihara oleh rasa  malu, bila  ada godaan mendatangi mereka  untuk mengalahkan ratusan  warga yang menjadi Penggugat. Amin ya Rabbal’alamin.
                                                                        Jakarta, 7 September 2012
                                                                                    Wassalam
                                                                         Sudirman Timsar Zubil
                                                                          
Ketua Umum FUISU

Jumat, 27 April 2012

PERKEMBANGAN BANK SYARIAH DI INDONESIA

Ahmad Sukatmajaya

1.   PENDAHULUAN

Seiring perjalanan perjuangan umat Islam Indonesia merebut kemerdekaan bersamaan dengan itu juga menghendaki pelaksanaan ajaran Islam dapat dijalankan secara kafah (totalitas). Harus disadari bahwa Perjuangan merebut kemerdekaan dari tangan penjajahan Belanda tidak lepas dari motivasi jihad menegakkan Syariat Islam. Walaupun perjuangan secara konstitusional pada wkatu itu kandas diforum konstituante dengan dicoretnaya 7 kata pada piagam Jakarta. Pencoretan itu terjadi hanya setelah satu hari kemerdekaan Indonesia diproklamirkan. Yaitu  Negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
Terlaksananya ajaran Islam dipersada bumi Indonesia ini bagi orang perseorangan masih terbuka untuk diangkat sebagai hukum positif, khususnya pada aspek muamalah termasuk melaksanakan sistem ekonomi berdasarkan prinsip-prinsip Islam yang diawalai dengan mengembangkan lembaga-lembaga keuangan Islam. Walaupun 7 kata tersebut telah dicoret. Akan tetapi jaminan tersebut masih tertuang dalam pasal 29 UUD 1945. Terlepas dari kondisi kehidupan pemahaman sosial politik dan ekonomi masyarakat Islam saat ini masih dipengaruhi oleh paham sekuler. Yaitu paham yang memisahkan agama dengan kehidupan dunia. Paham itu sudah berkembang sejak lama  dan terus mempengaruhi masyarakat khususnya umat Islam.
Walaupun mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Namun kehidupan umat Islam dalam menata rumah tangganya secara Islam masih banyak dicurigai oleh orang-orang Islam yang memang menganut faham sekuler. Agama Islam dipandang sama dengan agama lain yang hanya mengatur persoalan ibadah dalam arti yang sangat sempit. Yaitu terbatas pada rukun Islam saja. Syahadat, Shalat, Puasa, Zakat dan Haji. Allah Swt. telah memberikan mandat kepada manusia untuk menjadikan segala sesuatu dijagat raya ini untuk manusia.
Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami (nya),(12) dan Dia (menundukkan pula) apa yang Dia ciptakan untuk kamu di bumi ini dengan berlain-lainan macamnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang mengambil pelajaran.(13) (Qs. An-Nahl :12-13).
Apakah kamu tiada melihat bahwasanya Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi dan bahtera yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya. Dan Dia menahan (benda-benda) langit jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya? Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada Manusia.(al-Haj :65).
 Akan tetapi banyak manusia yang tidak menyadari tentang ayat tersebut. Apalagi dengan perkembangan ilmu dan teknologi menjadikan manusia semakin sombong dan congkak. Dan lebih parah lagi manusia tidak tahu siapa yang menciptakan dirinya. Sehingga hidupnya merasa akan abadi di dunia.
Banyak manusia imannya merasa telah sempurna ketika dia sudah menjalankan ibadah haji rukun Islam yang kelima, menunaikan zakat dan shodaqoh, melaksanakan puasa dan mengerjakan shalat. Sedangkan keimanan yang benar-benar meyakini Allah Swt sebagai tuhan dan robnya tidak pernah diperhatikan dan diukur dengan baik.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.(al-Hujarat : 15)

Jadi penjelasan ayat al Hujarat :15 di atas salah satu ayat yang terlupakan. Paling tidak dianggap bukan bagian dari ayat dalam surat al-Quran. Sehingga eksistensi ayat tersebut tidak perlu lagi diindahkan. Walapun sesungguhnya ayat tersebut posisinya sama saja dengan ayat yang memerintahkan shalat, memerintahkan zakat, puasa dan pergi haji. Karena satu-kesatuan dari ayat al-Quran yang tidak dapat dipisahkan.

  2.   PERJUANGAN EKONOMI SYARIAH
 Islam sebagai agama yang sempurna tidak saja mengatur aspek ibadah (mahdhah) juga mengatur aspek muamalah (ghairu mahdhoh). Islam sebagai ajaran agama meliputi segala sesuatu yang dibutuhkan manusia. Dasar-dasar aturan kehidupan manusia telah dicukupkan sebagaimana al-Quran :
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. (al-Maidah: 3)
Dan sabda Nabi Muhammad Rasulullah Saw. yang telah mewariskan dua pusaka yang tidak akan sesat apabila pusaka itu dipegang dan dilaksanakan yaitu al-Quran dan Hadits Nabi Saw.

Oleh karena itu Allah Swt. memerintahkan agar setiap yang beriman untuk melaksanakan Islam secara kafah :

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.(al-Baqarah; 108).

Dan tidak pantas bagi seorang yang telah mengaku dirinya beriman kepada Allah dan Rasul-Nya lantas dia mengingkari segala perintah dan melanggar larangan-Nya. Sudah sejak lama aktivis Islam berjuangan dalam rangka menyelaraskan kehidupan yang sesuai dengan aturan Islam. Keinginan untuk mewujudkan aturan-aturan hidup yang akan mendapat ridha dari Allah Swt diperjuangkan. Namun selalu ditolak orang yang beragama Islam lainnya.
Forum-forum diskusi aktivis Islam, kuliah subuh, kuliah dhuha, kuliah tujuh menit senantiasa membahas tentang bank tanpa bunga. Seminar, Kajian Islam tentang ekonomi, lokakarya dan forum-forum ilmiah lainnya juga banyak membahas tentang ekonomi Islam. Hal itu menunjukan semangat yang kuat dari kalangan umat Islam. Pencaharian tersebut akhirnya sampai pada Lokakarya “Bank Tanpa Bunga” yang dilaksanakan oleh MUI Pusat di Cisarua tanggal 18-20 Agustus 1990. Hasil lokakarya itu diperdalam pada Munas MUI IV yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya, Jakarta 22-25 Agustus 1990. Berdasarkan amanat Munas dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan Bank Islam.
Rencana untuk mendirikan bank Islam tersebut disambut dengan gegap gempita dari mulai rakyat jelata sampai kepala negara. Partisipasi umat sangat luar biasa. Bank tersebut kini bernama Bank Muamalat Indonesia (BMI). Presiden Soeharto dan Wakil Presiden H.Sudahrmono,SH turut serta sebagai pemrakarsa utama pendirian Bank Muamalat. Harapan menjadi kenyataan yang sejak lama diimpikan akhirnya tiba. Potensi umat Islam benar-benar  akan menjadi peluang bagi kemajuan bangsa dan negara baik secara ekonomi maupun politik. Sebagai mana disampaikan oleh Presiden Soeharto pada peresmian beroperasinya Bank Muamalat tanggal 15 Mei 1992 di Jakarta, “.... Umat Islam Indonesia mempunyai potensi ekonomi yang sangat besar. Jika potensi ekonomi tadi bisa kita gerakan dan kita arahkan, pembangunan kita pasti akan berjalan makin pesat…”
Semangat untuk mendirikan bank Islam bukan karena dorongan/ajaran Islam yang dianggap dogmatis dan hampa seperti banyak difahami para kaum sekularis. Seperti doktrin ajaran-ajaran agama lain yang terkadang dipaksakan walau kurang dapat difahami secara logika. Konsep Islam tentang ekonomi dapat dipelajari dan dijabarkan secara ilmiah. Bahkan secara komperatif konsep ekonomi Islam mempunyai keunggulan tersendiri.
Perjuangan itu belum selesai hanya sebatas pada berdirinya bank Islam. Dengan keyakinan dan niat ibadah kepada Allah saatnya umat Islam untuk bangkit. Tanggung jawab umat Islam lebih lanjut membesarkan dan memelihara untuk membuktikan keunggulan Bank Islam.

  1. Landasan Berdirinya Bank Syariah
 Bentuk dukungan yang kongkrit dari pemerintah dengan lahirnya UU no. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, yang menyatakan diperbolehkannya bank bagi hasil. Yaitu pasal 13 ayat c) menyatakan bahwa salah satu usaha Bank Perkreditan Rakyat (BPR) menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prisnip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah.  Pada PP No. 72 tahun 1992 tetang bank berdasarkan prinsip bagi hasil. Secara tegas pada pasal 6 PP No. 72/92 sebagai berikut :
a.    Bank Umum atau bank perkreditan rakyat yang kegiatan usahanya semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak diperkenankan kegiatan usaha yang tidak berdasarkan prisnip bagi hasil.
b.    Bank Umum atau bank perkreditan rakyat yang kegiatan usahanya tidak berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha yang berdasarkan prinsip bagi hasil.
Secara operasional ketentuan di atas dijabarkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia. SE.BI No.25/4/ BPPP tanggal 29 Februari 1994 intinya :
1)    Bahwa bank berdasarkan bagi hasil adalah bank umum dan bank perkreditan rakyat yang dilakukan usaha semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil.
2)    Prinsip bagi hasil yang dimaksud adalah prinsip bagi hasil yang berdasarkan syariah.
3)    Bank berdasarkan  prinsip bagi hasil wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah.
4)    Bank umum atau bank perkreditan rakyat yang kegiatan usahanya semata-mata berdsarkan prinsip bagi hasil tidak diperkenankan melakukan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil. Sebaliknya, bank umum atau bank perkreditan rakyat yang kegiatan usahanya tidak berdasarkan kepada prisnip bagi hasil tidak diperkenankan melakukan usaha berdasarkan prisnip bagi hasil..
Sejalan perkembangan pasar dan kebutuhan pengembangan bank yang sehat, maka dilakukan perubahan terhadap UU No. 7/1992 yaitu lahir UU No. 10/1998 tentang perubahan UU No. 7/1992 tentang perbankan. Diikuti pula dengan peraturan-peraturan lain yang lebih operasional.
Untuk saat ini pelaksanaan Perbankan Syariah sudah diataur oleh UU No 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

4.    ISLAMISASI BANK SYARIAH
Perkembangan Bank Syariah dilihat dari aspek pasar dan pertumbuhan aset cukup menggembirakan. Hal itu menunjukan bahwa keberadaan perbankan syariah di Indonesia sangat diperlukan. Semua itu dapat difahami karena beberapa faktor :
a.    Secara historis bank syariah telah menunjukan kehandalannya dalam menghadapi keris monter. Pada tahun 1997 Bank Muamalat (BMI) sebagai bank pertama yang beroperasi secara syariah cukup tangguh, tidak terpengaruh oleh dampak kerisis. BMI juga tidak menerima dana BLBI yang jumlahnya cukup fantastis sekitar Rp. 600 Trilium. Walaupun pada saat itu BMI mengalami penurunan keuntungan tetapi tidak memiliki masalah dengan pengembalian dana simpanan nasabah (DPK).
b.    Sosiologis dan kultural, BMI lahir ditengah-tengah masyarkat yang religius yang sejak lama mendambakan Bank Islam. Sehingga pilihan untuk menyimpan dana di bank syariah adalah pilihan atas dorongan religius. Karena secara sosiologis dan kultur masyarakat Indonesia cenderung agamis.
c.    Rasionalitas, menyimpan dana di bank syariah relatif lebih aman dan menguntungkan. Sedangkan poroduk-produk pembiayaan yang ditawarkan relatif variatif.
Dari ketiga faktor tersebut adalah faktor dominan yang mendorong pertumbuhan bank syariah relatif baik. Namun dari kesuksesan tersebut, dalam pengelolaan bank syariah masih harus meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia dalam hal pemahaman terhadap konsep dan pelaksanaan bank syariah. Terutama dari segi produk-produk pembiayaan yang masih cenderung kamuflase masih mirip dengan produk konvensional.
Misalnya pembiayaan untuk karyawan/pegawai di kantor-kantor. Para pegawai mendapatkan “kredit” dengan menerima sejumlah uang. Dan pegawai tersebut harus membayar pokok dan kelebihannya yang disebut dengan marjin. Transaksi ini bila dilihat dari segi produk perbankan syariah akan tidak dijumpai landasan akadnya. Apakah menggunakan akad murabahah, salam, istisna atau ijarah. Yang jelas akad tersebut bukan akad qardul hasan, karena dalam akad qordul hasan tidak dijumpai membayar kelebihan atau marjin.
Kejadian diatas adalah salah satu fakta yang dijumpai dikantor-kantor. Bila dikita datang ke Bank Syariah Mandiri (BSM). BSM telah menawarkan skim pembiayaan mikro yang polanya sama dengan kredit konvensional, bila nasabah (debitur) mendapatkan pembiayaan dia juga harus membayar yang disebut marjin yang presentasinya sudah ditentukan tanpa harus mengetahui barang yang akan dibeli oleh nasabahnya.
Dari kedua kasus yang penulis temui dilapangan, memang pelaku bank syariah masih harus perlu mendapatkan peningkatan kapasitas, agar pelaksanaan bank syariah semakin Islami.
---o0o---
Jakarta, 17 Januari 2012