Jumat, 24 Juni 2011

Derita Masjid dibakar dan dirobohkan tak ada yang perdulI

MUI : PENGHANCURAN MASJID AL – IKHLAS HARAM

( Harian Mandiri Medan 9/5 )

PendaHULUan

Judul tuliasan ini mengutip Berita Harian Mandiri Medan ini sebagai bentuk sosialisasi yang lebih efektif dalam mencapai sasaran dakwah. Dikarenakan makna yang terkandung didalamnya telah jelas dan tegas, serta disampaikan oleh pimpinan lembaga yang representative yaitu MUI maka saya tidak memberi komentar lagi di dalam tulisan ini.

Tulisan ini dimaksudkan untuk menjelaskan beberapa hal yang menurut keterangan yang saya terima, muncul di dalam pembicaraan di mana saya tidak hadir. Artinya dibicarakan dibelakang saya. Hal itu dikaitkan dengan masa lalu saya, sebagai mantan Napol yang pernah divonis Hukuman mati oleh PN Medan pada tanggal 10 Maret 1998. Ketika itu saya terlibat gerakan melawan rezim orde baru dengan cara-cara yang melanggar hukum. Dulu disebut subversif, sekarang dikatakan teroris. Jadi saya adalah mantan teroris, semoga tidak jadi mantan ustad atau ulama. Saya bersyukur pernah divonis pidana mati disebabkan melawan rezim yang 20 tahun kemudian dilengserkan oleh gerakan rakyat. Saya menyesal pernah jadi teroris yang pernah meledakkan bom, di salah satu rumah ibadah ( Gereja ) di Medan, padahal dimasa perang pun Rasulullah SAW, melarang merusak rumah-rumah ibadah agama apapun. Sedangkan saya melanggar larangan itu. Dan bukan dalam kondisi perang pula.

Sebagai perwujudan dari penyesalan itu saya datang menemui Pastor Silverius yang memimpin Gereja yang menjadi sasaran teror yang saya lakukan pada tahun 1980. Ketika itu saya memperoleh ijin berlebaran bersama keluarga di rumah. Coba bayangkan bila anda menjadi terpidana mati yang memperoleh ijin keluar penjara tanpa pengawalan (meski dalam surat ijin disebutkan dikawal ) selama beberapa hari, mungkinkah anda akan datang sendiri kembali ke penjara pada waktu yang ditentukan, tanpa ?

Sebenarnya apabila hal yang dibicarakan itu hanya menyangkut pribadi saya sendiri. Saya tidaklah perlu menulis penjelasan ini. Namun karena yang menjadi pembicaraan itu terkait kapasitas saya sebagai Ketua Umum Forum Umat Islam Sumatera Utara ( FUISU ) yang mempertahankan terhadap pembongkaran beberapa masjid di Sumatera Utara (Kota Medan dan sekitarnya), maka saya memutuskan untuk menulis penjelesan ini sekaligus menyampaikan pokok-pokok pikiran yang berhubungan dengan kasus Masjid Al Ikhlas di Jalan Timur Medan. Dengan tulisan ini saya berharap pertanyaan yang dimuculkan dan dibicarakan dibelakang saya akan terjawab. Seperti, siapa itu Timsar Zubil, dan apa pula maksudnya melawan Kodam, menentang pembongkaran Masjid Al Ikhlas padahal sudah jelas masjid itu merupakan aset Kodam yang tidak pernah diwakafkan, kenapa FUISU keberatan ?

Sesungguhnya mudah di tebak bahwa tujuan memunculkan pertanyaan dan pembicaraan itu adalah sebagai upaya memecah belah soliditas umat Islam yang terpanggil hati nuraninya untuk mempertahankan rumah Allah yang suci ketika tempat ibadah yang sakral itu dihancurkan. Fitnah itu dimunculkan melalui mulut orang-orang munafik yang tergiur oleh lembaran rupiah sehingga tidak lagi merasa malu melihat dan mendengar rumah ibadah yang menjadi simbol agamanya dinista dan diluluhlantakkan. Bahkan si munafik itu merasa bangga dan bersyukur karena Masjid Al Ikhlas telah dihancurkan. Kejadian penghancuran Masjid Al Ikhlas, bukanlah yang pertama kali terjadi di kota medan. Beberapa hari sebelum Masjid Al Ikhlas dirubuhkan, telah pula dihancurkan Masjid Raudhatul Islam yang terletak dekat hotel Emerald Garden di Jalan Komodor Yos Sudarso. Kurang lebih 2 bulan sebelumnya, telah terjadi pula pembakaran atas Masjid Nur Hikmah dan Masjid At Taqwa di Aek Loba Asahan. Sebelum itu lagi, sekitar hampir setahun yang lalu Masjid Fi Sabillilah di Porsea juga musnah di bakar, setelah dua kali pembakaran sebelumnya dapat diselamatkan ( cepat ketahuan ). Dan bertahun sebelum itu ada Masjid Jendral Sudirman di Padang Bulan, Masjid Al Hidayah di Gang Buntu, dan Masjid Ar Ridho di Polonia. Yang paling ironis ialah penghancuran Masjid At Thayyibah di Jalan Multatuli pada tanggal 10 Mei 2007 penghancurannya dilakukan pada saat proses hukum mengenai status lahan dimana Masjid At Thayyibah berada masih dalam kasasi dan belum diputus oleh Mahkamah Agung. Lebih ironis lagi penghancuran Masjid At Thayyibah itu dapat terjadi berkat adanya Fatwa MUI kota Medan dan “restu” dari pimpinan ormas Islam terkenal. Yang paling menyedihkan ialah, pengahancuran Masjid At Thayyibah dilakukan oleh preman-preman bayaran Direktur PT. Multi Indah Lestari, Drs. Beni Basri, yang dikawal oleh puluhan Brimob bersenjata lengkap. Puncak kesedihan bagi umat Islam yang masih punya hati adalah ketika penghancuran ilegal atas Masjid At Thayyibah dilaporkan kepada polisi ( sampai ke Mabes Polri, dan secara khusus kepada Kapolri ), laporan tersebut yang sesungguhnya bukan delik aduan, hingga saat ini tidak pernah diproses. Seyogyanya hal-hal di atas yang dipertanyakan dan didiskusikan, kenapa bisa terjadi seperti itu ? Ternyata orang-orang munafik yang telah mati hatinya sudah tidak tersentuh lagi oleh tragedi penghancuran masjid-masjid di sekitar mereka. Lembaran rupiah telah membutakan mata hati mereka sehingga mereka yang ketika berbicara ( pidato, ceramah, atau khotbah ) selalu berapi-api, terhadap kejadian dan nasib rumah ibadah mereka sendiri yang diperlakukan secara hina. Hati mereka telah merubah menjadi penjilat dan pengecut. Saya sendiri bukanlah seorang pemberani. Sejujurnya saya katakan, sebagaimna pernah saya kemukakan dalam pertemuan di Makodam I / BB pada tanggal 17 Maret bahwa dalam memperjuangkan Masjid Al Ikhlas saya merasa takut karena berhadapan dengan Kodam I / BB yang memiliki kekuatan dan kekuasaan yang begitu besar. Akan tetapi karena para Ulama dan Ustadz mengajarkan bahwa di dalam Al Quran, Allah Swt melarang orang-orang beriman takut selain kepada-Nya saja, maka saya coba-cobalah mewujudkan pelajaran yang saya terima dari para Ulama dan Ustadz. Atas dasar itu pulalah saya dapat menulis penjelasan, dan menyampaikan pokok-pokok pikiran ini. Harapan saya ialah agar umat Islam mengetahui bahwa upaya pembelaan terhadap Masjid Al Ikhlas dan masjid-masjid lainnya, atau untuk kepentingan agama dan umat Islam secara umum merupakan komitmen Forum Umat Islam Sumatera Utara. Sebagai perwujudan kesadaran moral dan tanggung jawab (kewajiban) agama, yang bukan disebabkan oleh seseorang atau tergantung kepada saya pribadi. Tetapi menjadi kewajiban orang yang beriman. Kenyataan dilapangan yang ada adalah justeru umat Islam di kota Medan sangat perihatin terhadap pembongkaran masjid-masjid itu. Sejak Masjid Al Ikhlas dihancurkan, gerakan umat Islam di kota Medan untuk membela dan membangun kembali masjid Al Ikhlas di lahan semula terus meningkat. Walaupun hal itu tanpa kehadiran saya yang sejak tanggal 2 Mei 2011 berangkat ke Jakarta bersama saudara Irwansyah Gultom, S.H. dalam rangka mendaftarkan gugatan terhadap Menteri Agama di PTUN Jakarta, terkait persetujuan Menag atas pembongkaran Masjid Raudhatul Islam. Jadi FUISU bersama ormas / elemen umat Islam yang lain berjuang bukan karena Timsar Zubil, melainkan karena Allah semata.

KRONOLOGIS

Sebelum menyampaikan pokok – pokok pikiran terlebih dahulu saya kemukakan bahwa, Forum Umat Islam Sumatera Utara (FUISU) mulai terlibat dalam persoalan Masjid Al - Ikhlas di Jalan Timor Medan berawal dari kedatangan Jamaah Masjid Al – Ikhlas ke rumah saya untuk memberitahukan penutupan jalan masuk ke Masjid Al – Ikhlas, karena telah di pagar dengan seng atap. Saya diminta untuk membantu agar akses masuk ke Masjid Al – Ikhlas dapat dibuka dan digunakan kembali. Saya menelopon seorang teman dan minta tolong pada beliau untuk menyampaikan penutupan akses masuk ke Masjid Al – Ikhlas itu kepada Pangdam I / BB. Alhamdulillah keesokan harinya Pangdam I / BB Mayjend Burhanuddin Amin didampingi oleh Komandan Kodim datang meninjau ke lokasi Masjid Al – Ikhlas. .

Setelah melihat kebenaran informasi yang diterimanya, beliau menghubungi pengembang dengan telepon selularnya dan memerintahkan agar pagar yang menutup jalan masuk ke Masjid Al – Ikhlas segera di buka. Perintah tersebut dilaksanakan oleh pengembang, dan kegiatan beribadah di Masjid Al – Ikhlas pulih kembali seperti sediakala.

Pada tanggal 16 Juli 2009 Forum Umat Islam Sumatera Utara beraudensi kepada Pangdam I / BB yang diterima Mayjend TNI Burhanuddin Amin di Makodam I / BB. Dalam pertemuan silaturrahim yang diawali dengan saling tukar cendera mata dan berlanjut dengan pembicaraan berkisar soal – soal agama dan masyarakat. Pada kesempatan itu saya mewakili jamaah Masjid Al – Ikhlas menyampaikan ucapan terima kasih atas perhatian dan bantuan beliau membuka kembali akses masuk ke Masjid Al – Ikhlas. Saya juga meminta kepada Pangdam untuk berkenan memberikan payung hukum tertulis agar keberadaan Masjid Al – Ikhlas dapat dipertahankan. Atas permintaan saya itu Pangdam menjawab : “Sebelum meninggalkan Kodam I / BB nanti saya akan serahkan Masjid Al Ikhlas kepada kaum muslimin Sumatera Utara”.

Akan tetapi dalam audensi yang kedua pada tanggal 9 Desember 2009 Pangdam I / BB Burhanuddin Amin menyatakan bahwa sebagai prajurit beliau tidak mungkin bertentangan dengan atasannya dan harus menyerahkan Aset Kodam I / BB berupa Ex. Kantor Hukdam I / BB, termasuk masjid Al Ikhlas kepada pengembang yang memenangkan lelang. Selanjutnya beliau mengatakan : “….Tetapi bila nanti Masjid Al – Ikhlas terpaksa di bongkar, terlebih dahulu akan dibangunkan Masjid di dekat lokasi yang sekarang yang minimal sama besarnya, saya tidak setuju kalau Masjid Al – Ikhlas dipindahkan ke Namurambe, itu terlalu jauh, tidak mungkin jemaah masjid Al – Ikhlas ke sana untuk melaksanakan Sholat”.

UPAYA PEMBONGKARAN

Dengan latar belakang uraian tersebut diatas, FUISU konsisten memperjuangkan keberadaan Masjid Al Ikhlas. Ketika masjid akan dibongkar oleh Kodam I / BB pada tanggal 5 Februari 2011 (Kosen dan 200 lembar atas seng telah sempat di bongkar) saya menyampaikan kepada Pengawas yang memimpin pembongkaran tersebut janji dari Pangdam I / BB yang akan terlebih dahulu membangun Masjid pengganti sebelum Masjid Al Ikhlas dibongkar. Pengawas pembongkaran yang juga Prajurit Kodam I / BB itu mengatakan tidak tahu adanya janji Pangdam tersebut dan karenanya ingin menanyakan kepada atasannya.

Setelah menghubungi atasannya dengan telepon seluler, pengawas pembongkaran tersebut memerintahkan kepada para tukang untuk berhenti melakukan pembongkaran. Selanjutnya dikarenakan Nazir Masjid Al Ikhlas telah ditarik dari kesatuannya, untuk mengisi kekosongan pengelolaan masjid FUISU berinisiatif dengan mengadakan Posko bersama Ormas – Ormas Islam lainnya yang sepaham mempertahankan eksistensi Masjid Al Ikhas. Kemudian dari pada itu jamaah Masjid Al Ikhlas bermusyarawarah dan memilih Nazir yang baru, dimana saya dipercayakan sebagai Ketua Badan Kemakmuran Masjid (BKM) yang baru.

UMAT ISLAM MENOLAK PEMBONGKARAN

Sebagai akibat pembongkaran Masjid Al Ikhlas tersebut, berbagai pihak memberikan dukungan diantaranya dengan mengirimkan bendera / lambang Ormas masing – masing untuk dipasang di pagar masjid.

Hal itu menjadi bantahan atas pernyataan Aslog Kodam I / BB bahwa hanya FUISU saja yang tidak setuju atas pembongkaran Masjid Al Ikhlas. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Utara dalam pernyataan Pers yang diwakili oleh Ketuanya Prof. DR. Abdullah Syah, MA mengeluarkan Fatwa bahwa Masjid Al Ikhlas adalah Wakaf yang harus dipertahankan keberadaannya.

Hal yang sama juga dinyatakan oleh DPRD Sumatera Utara dalam Rapat Kerja di Aula DPRD SUMUT pada hari Senin, tanggal 14 Februari 2011, yang dihadiri oleh pihak Kodam I / BB, pengembang, FUISU, dan dari Komisi A dan Komisi E DPRD SUMUT. Pada kesempatan itu Ketua Komisi A DPRD SUMUT, Drs. H. Hasbullah Hadi, SH, meminta pihak pengembang untuk melepaskan lahan Masjid Al Ikhlas dan bila perlu umat Islam akan membayar harga lahan tersebut.

Pengembang dengan tegas menolak usulan Wakil Ketua DPRD SUMUT itu, dengan mengatakan bahwa perusahaannya tidak akan melepaskan aset mereka. Sementara Aslog Kodam I / BB, menegaskan pula bahwa Ruislag Ex. Kantor Kodam I / BB telah sesuai prosedur dan hanya FUISU saja yang berkeberatan Masjid Al Ikhlas dibongkar.

Saya mewakili Forum Umat Islam Sumatera Utara dan Jemaah Masjid Al Ikhlas dalam kesempatan itu menyampaikan alasan penolakan FUISU atas pembongkaran Masjid Al Ikhlas. Di bawah ini alasan-alasan tersebut saya gabungkan dengan alasan yang saya kemukakan dalam pertemuan pada tanggal 17 Maret 2011 di Makodam I / BB yang dipimpin oleh Kastaf Kodam I / BB.

Alasan – Alasan FUISU :

1. FUISU menolak pembongkaran Masjid Al Ikhlas, karena menerima dan mengemban amanah dari jemaah Masjid Al Ikhlas untuk mengusahakan agar Masjid Al Ikhlas tidak di bongkar.

2. Seperti telah diuraikan diatas, janji Pangdam I / BB untuk terlebih dahulu dibangunkan masjid yang sama besar dan bagusnya didekat Masjid Al Ikhlas, belum terlaksana.

3. Sesuai dengan Fatwa MUI SUMUT bahwa, menurut ajaran Islam setiap masjid statusnya wakaf. Meski pemilik lahan tidak mengikrarkan, tetapi mengizinkan dibangun dimasjid diatas lahan miliknya itu, maka status wakaf masjid tersebut tidak membutuhkan lafaz dari pemilik lahan. Karenanya bila telah dibangun masjid secara otomatis berfungsi sebagai tempat ibadah dan sosial (Kepentingan Publik). Apalagi Masjid Al Ikhlas telah berusia puluhan tahun.

4. Bahwa sertifikat Nomor : 847 yang diberikan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) kepada Departeman Pertahanan Republik Indonesia berstatus hak pakai. (bukan hak milik).

5. Didalam sertifikat tersebut ada tercantum ketentuan sebagai berikut :

“Apabila Hak Pakai ini akan dialihkan kepada Pihak Lain, harus terlebih dahulu memperoleh izin tertulis dari Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Utara, sesuai dengan Diktum ”Keenam“ MEMUTUSKAN ”. Hasil investigasi FUISU ialah, belum ada persetujuan tertulis sesuai diktum ”Keenam” yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Utara.

Pokok – Pokok Pikiran.

Pembongkaran Masjid Al Ikhlas pada hari Selasa Dini hari tanggal 3 Mei 2011 telah menyentakkan hati umat Islam, khususnya di Kota Medan Sumatera Utara. Berbagai pihak yang pada beberapa kasus penghancuran dan penggusuran masjid dimasa lalu di kota Medan, tidak memberi komentar, dalam kasus Masjid Al Ikhlas menyatakan sikap mengecam penghancuran masjid tersebut.

Puluhan Ormas / Elemen Umat Islam di Sumatera Utara mengirimkan bendera atau lambang mereka dipasang di sekitar Masjid Al Ikhlas, sebagai pertanda dukungan atas sikap FUISU yang konsisten mempertahankan keberadaan Masjid Al Ikhlas. Bahkan MUI Sumatera Utara melalui Ketua Umumnya Prof. Dr. Abdullah Syah, MA mengeluarkan pernyataan bahwa pembongkaran Masjid Al Ikhlas haram hukumnya. Kenyataan ini telah menggagalkan pembentukan opini yang dimotori “Ulama Kondang” Zulfikar Hajar, yang sejak pertemuan di Makodam I / BB mengisi daftar hadir dengan mengatasnamakan jabatannya di MUI kota Medan, akan tetapi MUI Kota Medan sendiri tidak pernah memberinya mandat untuk menghadiri pertemuan tersebut, apalagi untuk mengarahkan atau mempengaruhi para peserta pertemuan menyetujui pembongkaran Masjid Al Ikhlas. Berhadapan dengan Fatwa MUI Provinsi Sumatera Utara dan MUI Kota Medan dengan pendapatnya yang nyeleneh dan mbalelo tentu kapasitas Zulfikar Hajar tidak ada apa-apanya. Hanya segelintir kecil orang yang mau menerima uang 700 juta rupiah dari Kodam I / BB yang masih mengelu – elukannya. Dan mereka itu termasuk golongan yang dimaksudkan Allah dalam Firman-Nya Al Quran S. Al Baqarah A. 114

“Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam mesjid-mesjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (mesjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat “.

Umat Islam yang cerdas dan memiliki hati nurani dengan amat mudah dapat membedakan mana loyang dan mana emas. Sudah barang tentu Fatwa MUI Sumut yang sejak tahun 1982 menyatakan Masjid tidak sah kecuali wakaf, status wakaf tidak membutuhkan lafaz (dinyatakan atau tidak), memberi arti bahwa setiap Masjid hukumnya wakaf.

ILUSTRASI, PENUTUP.

Ada cerita atau keterangan dari mantan Wakil Walikota Medan, Ir. Maulana Pohan, bahwa Masjid Dirgantara di Polonia Medan pernah akan di Ruislag oleh TNI AU. Akan tetapi rencana Ruislag itu dibatalkan, karena Pemko Medan tidak menyetujui disebabkan Masjid adalah merupakan fasilitas umum (kepentingan publik). Alangkah indahnya apabila penyelesaian Masjid Al Ikhlas seperti Masjid Dirgantara di Polonia. Dengan demikian DPRD dan MUI Sumatera Utara tidak akan merasa disepelekan atau tidak dihargai dikarenakan pendapat, saran, dan fatwah mereka agar Masjid Al Ikhlas tidak dibongkar, diabaikan. Namun sekarang, setelah Masjid Al Ikhlas rata dengan tanah, proses hukum tentulah menjadi satu – satunya pilihan. Sidang Pertama gugatan terhadap Penghancuran Masjid Al Ikhlas telah dimulai pada hari Kamis tanggal 12 Mei 2011. Kepada umat Islam yang peduli dan cinta masjid diharapkan dukungan dengan menghadiri Sidang – Sidang di Pengadilan Negeri Medan dan mendo’akan agar Majelis Hakim yang menyidangkan perkara tersebut memutus secara adil, dengan memenangkan gugatan terhadap Pangdam I / BB yang bertanggungjawab atas pembongkaran Masjid Al Ikhlas. Jangan ragu, apalagi putus asa. Karena keadilan itu masih ada, hanya harus diperjuangkan. Sebagai bukti dan informasi dalam penutup tulisan ini bahwa gugatan atas penghancuran Masjid At Thayyibah pada tanggal 10 Mei 2007 dan yang oleh Pengadilan Negeri Medan dan Pengadilan Tinggi dikalahkan. Faktanya telah dimenangkan oleh Mahkamah Agung dalam putusan Kasasi Nomor : 2316 K/PDT/2009 dengan Amar Putusan : Kabul ( copy putusan terlampir ). Perjuangan untuk membangun kembali Masjid At Thayyibah di lahan semula telah mulai menampkan titik terang.

Jadi hancurnya Masjid Al Ikhlas sekarang ini bukanlah akhir dari segalanya. Mari kita ambil hikmah dari Musibah yang telah terjadi. Oleh karena itu mari galang soliditas persatuan dan kesatuan (persaudaraan) Umat Islam. Kemudian kita rasakan dan kita jadikan musibah hancurnya Masjid Al Ikhlas sebagai peluang yang diberikan Allah SWT agar kita mendapat kesempatan turut berjuang agar Masjid Al Ikhlas dapat dibangun kembali di lokasi semula. Rasa sedih, terluka, dan marah kita jadikan motivasi untuk memperkuat persatuan dan kesatuan dikalangan umat Islam, dan mengoptimalkan usaha untuk tewujudnya pembangunan kembali bagi masjid-masjid yang telah dihancurkan itu.

Dalam pada itu, marilah kita setiap hari Jum’at beramai-ramai menghadiri / mengikuti pelaksanaan ibadah Jum’at yang sejak awal penghancuran Masjid Al Ikhlas telah dan akan tetap dilaksanakan di depan reruntuhan bangunan Masjid Al Ikhlas di Jalan Timor Medan. Semoga Allah SWT menolong dan meridhoi perjuangan kita. Amin .…

Jakarta, 17 Mei 2011

S. Timsar Zubil

Ketua Umum FUI SUMATERA UTARA

Rabu, 22 Juni 2011

Derita TKI, Manisnya Devisa mu

Pemerintah Australia mengancam akan menghentikan ekspos sapi dari negerinya, karena sapi-sapi itu diperlakukan dengan kejam saat disembelih. Pemeritah Australia itu bertindak sudah benar bila dilihat dari syariah Islam dalam tata cara menyembelih hewan. Hewan apapun yang akan disembelih tidak boleh disiksa terlebih dahulu. Selain harus membaca bismilah, hewan harus diperlakukan sebaik mungkin dan pisah yang akan digunakan untuk menyembelih harus tajam. Hal itu agar hewan yang disembelih itu tidak merasakan sakit yang lama dan tersiksa.
Bila Indonesia tidak mengimpor sapi, berarti Australia akan kehilangan devisanya dari ekspor sapi. Akan tetapi demi perlakuan yang adil dan hewani hal itu serius dilakukan.
Lantas bagaimana dengan TKI kita yang dikirim ke berbagai negara >. Sudahkan mendapat perlindungan yang layak ?. Bukan sekedar dijuluki sebagai pahlawan devisa, akan tetapi juga harus dijaga dan dirawat agar lebih produktif dan menghasilkan devisa yang lebih banyak. Ibarat angsa yang bertelur emas. Bila angsa itu sehat dia akan bertelur emas lebih banyak lagi. Bukan emasnya diharap, angsanya disembelih.
Apakah mungkin nilai sapi Australia itu lebih berharga dan bermartabat dimata pemerintah Australia ? bila dibandingkan dengan harga diri TKI dan bangsa ini. Sangat mengerikan.