Jumat, 17 Oktober 2014

MEMBANGUN EKONOMI UMAT DENGAN ZAKAT OLEH : Ahmad Sukatmajaya


Keterpurukan Ekonomi bangsa Indonesia saat ini terjadi akibat tidak meratanya distribusi pendapatan dan kesempatan berusaha bagi rakyat. Selama ini rakyat masih dijadikan objek pembanganunan saja, belum dilibatkan dalam proses pembangunan, sehingga rakyat kehilangan keseimbangan dalam mengahadapi kemajuan ekonomi global. Hilangnya kesempatan berusaha bagi rakyat kecil tersebut secara defakto adalah umat Islam, hal itu terjadi karena beberapa faktor :

1.    Umat Islam belum menyadari sepenuhnya bahwa sistem ekonomi Islam memiliki keunggulan yang harus dikembangkan.
2.    Kurang mengefektifkan distribusi pendaptan melalui konsep Zakat, Infak dan Shadaqah bagi rakyat miskin.
3.    Belum teridentifikai secara nyata potensi pembayar zakat yang sesungguhnya, baik lembaga maupun individu.
4.    Belum teridentifikasi penerima zakat, infak dan shadaqah secara merata.
5.    Belum membangun solidaritas ekonomi secara sehat, jujur dan produktif bagi umat Islam.

Ketiga faktor tersebut sekiranya dapat dikembangkan dengan baik dan dijalankan secara konsisten maka akan dapat mengatasi kesenjangan serta meningkatkan daya tahan ekonomi umat Islam.

Konsep Zakat, Infak dan Shadaqah


          Zakat, infak dan shadaqah secara umum mempunyai arti yang sama, yaitu menyerahkan sebagian harta yang dimiliki untuk orang lain. Artinya dalam harta yang dimiliki itu ada hak orang lain. Dalam struktur kalimat yang disampaikan melalui al-Quran dan Hadst Nabi mempunyai arti yang berbeda-beda dan mempunyai konsekwesi agama yang mendalam dan berimplikasi pada nilai-nilai keimanan. Kata zakat atau yang berarti zakat, infak dan shadaqah penyebutannya dalam al-Quran tidak kurang dari 51 ayat, dan setiap penyebutan kata zakat selalu mengiringi kata shalat. Zakat dan sholat bagaikan dua sisi mata uang. Bila satu sisi mata uang itu rusak akan menyebabkan uang itu tidak laku lagi. Begitu juga dengan dengan pelaksanaan zakat dan sholat yang saling mengisi dan menguatkan hal ini berlaku bagi orang-orang yang memiliki kemampuan.

            Pelaksanaan zakat memiliki dua dimensi ukhrowi dan duniawi. Disatu sisi sebagai kewajiban pelaksanaan ibadah kepada Allah Swt. disisi lain sebagai solidaritas sosial yang sekaligus didalamnya membangun nilai-nilai ekonomi. Karena zakat bagian dari instrumen distribusi pendapatan. Dengan pembagian zakat akan mendorong multiflier efek ditengah-tengah masyarakat. Zakat, infak dan shadaqah dalam penyalurannya masing-masing mempunyai kekhususan. Penerima zakat klasifikasinya sudah ditentukan dalam al-Quran, yaitu ada delapan kelompok (asnaf) yang meliputi ; fakir, miskin, amilin, mualaf, budak, ghorimin (berhutang),  fisabilillah dan ibnu sabil. Dalam penyerahannya menurut skala prioritas.

            Lalu bagaimana teknis penyerahannya? Penulis berbendapat atas dasar ayat al-Quran bahwa penyerahan zakat yang lebih baik adalah melalui lembaga (amilin). Maka dari itu panitia zakat (amilin) yang ditunjuk harus adil, akuntabel, transparan, demokratis dan musyawarah serta profesional. Atas dasar itu diperlukan manajemen zakat, infak dan shadaqah. Oleh karena itu Baitul Mal sebagai lembaga amil yang permanen yang saat ini lebih dikenal dengan LAZNAS, BAZIS, LAZIS. Hal ini perlu disosialisasikan sehingga tidak lagi masyarakat menyerahkan zakat menurut presepsi yang selama ini berkembang, yaitu menyerahkan zakat secara langsung kepada masyarakat penerima.

            Sebagaimana Dr. Yuauf Qordowi menyatakan, “ Zakat adalah satu rukun yang bercorak sosial ekonomi dari lima rukun Islam. Dengan zakat, di samping ikrar tauhid (syahadat) dan shalat, seorang barulah sah masuk ke dalam barisan umat Islam dan diakui keislamannya, sesuai dengan firman Allah :
            Artinya.”Jika mereka bertobat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.(Qs. 9:11)”
Zakat adalah kewajiban bagi orang-orang yang beriman sama halnya bagi mereka yang menunaikan shalat. Shalat dan zakat dilaksanakan secara seiring dan sejalan.

Prinsip Ekonomi Islam


            Islam secara prinsip telah melarang riba dan menghlalkan jual beli baik secara tunai maupun kridit. Riba artinya mengambil kelebihan atau keuntungan secara ilegal, tidak melalui transaksi produk yang diukur dengan standar nilai yang berlaku, malainkan transaksi jual beli uang. Apabila fasilitas seperti itu dipertahankan, maka dapat dipastikan krisis ekonomi tidak akan kunjung reda, karena yang demikian akan mendorong para pemilik uang akan selalu berspekulasi. Karena itu Islam sangat melarang jual beli uang dan atau tukar menukar barang yang sejenis dengan kadar yang berbeda.

            Prinsip jual beli sangat dianjurkan dalam ajaran Islam karena akan mendorong masyarakat produktif. Pada awalnya masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya dilakukan secara subsistence kemudian melakukan pertukaran (jual-beli) atas dasar barang-barang yang dibutuhkan dengan standar nilai yang disepakati yaitu uang. Jadi uang dapat dipergunakan sebagai alat ukur dan alat tukar dalam rangka mempermudah transaksi bukan alat untuk berspkulasi atau sebagai barang komoditas yang dapat diperjual belikan. Dengan pertukaran dan jual beli itulah akan mendorong rakyat untuk meningkatkan produktivitasnya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, dengan pertukaran dan jual beli juga akan memperolah kelebihan atau keuntungan dari hasil transaksi yang dijalankannya. Untuk meningkatnya produksi dibutuhkan modal kerja yang diperoleh dari hasil keuntungan yang disisihkan atau ditabung. Dana tabungan akan menambah modal usaha melalui kerjasama (musyarakah) dengan prinsip bagi hasil (loss and profit sharing), shahibul maal akan memperoleh nisbah sesuai dengan kesepakatan sedangkan mudharib akan memperoleh keadialan selain nisbah yang telah ditentukan dari hasil yang diusahakannya. Sehingga kelebihan dana yang dimiliki oleh agniya tidak akan digunakan untuk berspekulasi tetapi akan digunakan untuk berinvestasi(syirkah). Konsep yang indah ini masih kurang disadari oleh umat Islam.

Efektivitas Zakat, Infak dan Shadaqah

            Allah telah berjanji akan melipatgandakan bagi siapa saja hamba-Nya yang mengeluarkan Zakat, Infak dan Shadaqah (ZIS). Janji itu pasti akan ditepati-Nya asalakan dilaksanakan secara baik dan benar. Baik artinya harta yang akan dikeluarkan  dilakukan secara ikhlas atas dasar melaksanakan perintah Allah, benar artinya harta yang disalurkan tepat pada sasaran yaitu fuqara wal masakin.

            Selama ini banyak diantara para agniya, para orang kaya dan dermawan dalam menyalurkan Zakat, Infak dan Shadaqah masih sebatas menggugurkan kewajiban masih  belum menyentuh pada aspek tanggung jawab moral ekonomi sebagai upaya untuk mengatasi kemiskinan (fuqora wal masakin). Sedangkan pembagiannya maish bertumpu pada jumlah penerima (kuantitas) belum pada kualitas penerima. Misalnya Bapak Fulan mempunyai dana yang akan di zakatkan sejumlah Rp. 5 juta. Uang tersebut biasanya akan dibagikan secara merata pada sejumlah orang yang cukup banyak. Bila setiap orang akan memperoleh Rp. 100.000,- maka orang yang akan mendapatkan pembagian uang tersebut sebanyak 50 orang. Memang uang sejumlah itu bagi rakyat miskin cukup besar.  Namun dapat dipastikan uang Rp. 100.000,- itu akan habis dalam waktu paling lama 3 hari bagi sipenerima yang memiliki jumlah keluarga 2 orang. Tahun depan orang tersebut akan dapat dipastikan  sangat mengharapkan zakat Pak Fulan kembali. Penyaluran zakat seperti ini akan menciptakan sifat ketergantungan dan hutang budi berkepanjangan. Sehingga sipengharap (mustahiq) jumlahnya akan selalu bertambah setiap tahunnya.

            Sudah harus dimulai penyaluran zakat yang bersifat produktif dan tidak kuratif. Akan berbeda efeknya apabila uang zakat Rp. 5 juta dibagikan hanya kepada paling banyak 5 orang saja, jadi masing-masing orang akan medapat uang Rp. 1 juta. Dari uang Rp. 1 juta itu agar diarahkan untuk dijadikan modal kerja, misalnya untuk usaha dagang. Dengan demikian mustahiq tadi pada tahun yang akan datang dapat berubah menjadi orang yang  memberikan zakat sesuai dengan keuntungan yang diperolehnya. Oleh karena itu bagi kelompok-kelompok ini dibutuhkan lembaga yang dapat membina dan mengarahkan agar tidak terbelenggu oleh kemiskinan secara berkepanjangan.

            Untuk menjembatani hal tersebut dibutuhkan lembaga yang dapat menjangkau sampai pada tingkat operasional dikalangan rakyat kecil (grassroots) misalnya BMT (Baitul Mal Wattamwil) atau lembaga zakat yang lain.

Membangun  Solidaritas Ekonomi Umat


            Faktor lain yang menghambat pertumbuhan ekonomi umat Islam adalah karena kita masih kurang percaya pada kelompok kita sendiri. Umat Islam masih cenderung membanggakan produk atau merek yang diciptakan oleh orang lain. Mungkin ada produk yang dibuat oleh bangsa sendiri atau orang Islam yang memiliki kualitas cukup baik. Mengapa masih ada muslim membeli produk orang lain?, yang sudah pasti keuntungannya tidak dipergunakan untuk membayar zakat bahkan mungkin  untuk sebaliknya menghancurkan generasi muslim menjadi orang yang konsumtif dan seterusnya. Ini adalah konsekwensi dari perang pemasaran yang sangat masif.

            Maka sudah saatnya kita percaya pada bangsa sendiri dan khususnya umat Islam. Sebaliknya bagi produsen muslim harus menjaga dan menegakan etika bisnis yang Islami, sehingga dapat membangun kepercayaan dikalangan masyarakat muslim sendiri dan dunia usaha lainnya khususnya para konsumen.

Pada kesimpulannya rakyat masih membutuhkan bimbingan dalam rangka meningkatkan ekonominya. Maka dari itulah Baitul Mal (BM) diharapkan dapat dijadikan sebagai sarana meningkatkan sumber pendapatan bagi menciptkan lapangan usaha yang produktif. Karena BM dapat menjangkau denyut nadi rakyat yang paling bawah. Jadi BM  bukan saja sebagai sarana sumber pembiayaan usaha umat juga harus dijadikan sebagai sentral akumulasi dana umat untuk selanjutnya disalurkan sebagai pembiayaan ekonomi produktif.


LEMBAGA PENGELOLA ZAKAT, INFAK DAN SHADAQAH
           
Lembaga yang mengurusi zakat, infak dan shadaqah adalah Baitul Mal yang merupakan perwujudan dari Amilin (orang-orang yang ditugaskan mengumpulkan zakat). Yang meliputi pengumpulan zakat dari berbagai sumber pendapatan masyarakat yang juga disebut sebagai zakat mal. Besaran pungutan dan ketentuannya sudah diataur baik melalui ayat al-Quran, hadist dan ijma para ulama sebagai mana dalam tabel zakat berikut :

Tabel 1. Zakat dan 'Ushr
No
Jenis Zakat
Yang di Zakati
Nisab
Waktu Membayar
Besar
1.
Fithrah
Setiap jiwa/kepala semua muslim besar, kecil
-
Sebelum idul fitri
3,5 liter
2.
Emas/
perak
Yang disimpan bukan yang dikenakan
85 gr emas, 595 gr perak
1 haul (setelah dimiliki  1 th hijriah meski ditengah berkurang
2,5 %
3.
Perdagangan
Uang/modal yang berputar, bukan aset (bangunan, barang)
Seharga 85 gr emas, 595 gr perak
1 haul (setelah dimiliki  1tahun hijriah meski ditengah berkurang
2,5 %
4.
Tabungan
Semua bentuk tabungan baik tunai, rek, piutang dll
Seharga 85 gr emas, 595 gr perak
1 haul (setelah dimiliki  1tahun hijriah meski ditengah berkurang
2,5 %
5.
Pertanian
Hasil panen dikurangi biaya perawatan (garapan)
653kg gabah
520kg beras
Setiap panen
5% hasil bersih, 10%kotor
6.
Investasi
Hasil dari harta yang di investasikan (sewa mobil, kontrakanr  rumah)
653 kg gabah
520 kg beras
Setiap panen/setoran
5% hasil bersih, 10%kotor
7.
Pertambangan
Hasil tambang darat
-
Saat mendapat
20%
8
Hadiah
Hadiah, saembara, kuis
-
Saat mendapat
20%
9.
Profesi
Penghasilan kotor (gaji, honor, komisi, THR) dipotong kebutuhan pokok dan utang
520kg beras
Setiap dapat penghasilan
2,5%
TABEL 2.  ZAKAT PERTERNAKAN UNTA
NO.
NISHOB/ekor
BESAR/JUMLAH
1.
5-9
1 ekor kambing
2.
10-14
2 ekor kambing
3.
15-19
3 ekor kambing
4.
20-24
4 ekor kambing
5.
25-35
1 unta bintu makhad (yaitu unta betina yg memasuki tahun kedua)
6.
36-45
1 unta bintu labur ( yaitu unta betina yg memasuki tahun ketiga)
7.
46-60
1 unta hiqqah (unta betina yg memasuki tahun keempat dan siap dikawini)
8.
61-75
1 unta jadza’ah (unta betina yg memasuki tahun kelima)
9.
76-90
2 ekor unta bintu labur
10.
91-120
2 ekor unta hiqqah
11.
121-160
 3 ekor unta bintu labur
12.
Seterusnya setiap kelipatan 40 ekor
maka zakatnya 1 ekor bintu labur
13.
Setiap kelipatan 50 ekor
Zakatnya 1 ekor hiqqah


TABEL 3. ZAKAT PERTERNAKAN SAPI
No.
Nishob
BESAR/JUMLAH
1.
30-39
1 ekor  Tabi’ ( yaitu sapi yang telah berusia 1 tahun)
2.
40-59
1 ekor Musinnah (yaitu sapi yang telah berusia 2 tahun)
3.
60
2 ekor Tabi’ atau Tabi’ah
4.
Dan seterusnya setiap kelipatan 30 ekor
1 ekor sapi Tabi’
5.
Setiap kelipatan 40 ekor sapi
1 ekor sapi Musinnah.

TABEL 4. ZAKAT PERTERNAKAN KAMBING
No.
Nishob
BESAR/JUMLAH
1.
40-120
1 ekor kambing domba
2.
121-200
2 ekor kambing domba
3.
201
3 ekor kambing domba
4.
Setiap kelipatan 100 ekor
1 ekor kambing domba


Jenis-jenis zakat yang tertera dalam tabel di atas belum semuanya dapat dihimpun oleh lembaga zakat yang ada secara efektif sebagaimana ketentuan dalam syariah Islam. Walau sudah ada UU tentang zakat lembaga zakat belum dapat diharapkan sebagaimana ketentuan syariah. Undang-undang yang ada hanya sebatas mengatur pemungutan dan legalitas lembaga zakat. Belum memasukan perintah memungut sebagaimana perintah syariah dalam al Quran Surat At-Taubah; 103, atau sebagaimana UU Pajak yang dapat menekan dan presure bagi yang tidak melaksanakannya. Yang sesungguhnya lembaga zakat harus melaksanakan ayat al-Quran sebagaimana termaktub dalam surat at- Taubah 103 :

Artinya.” Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”(Qs. 9:103)

Jumlah lembaga zakat dari mulai tingkat nasional sampai tingkat provinsi dan kabupaten/kota sudah banyak terbentuk, namun belum efektif. Baik yang dikelola oleh lembaga negara (BAZNAS/BAZIS) maupun lembaga swasta. Lembaga resmi dan tidak resmi. Lembaga zakat sampai saat ini masih bersifat pasif, masih menghimbau dan mengajak. Tidak sembagaimana pada zaman Nabi Saw. dan Sahabat ra. Mereka yang tidak membayar zakat diperangi, karena mereka termasuk pembangkang dan melawan perintah Allah Swt. dan  Rasulullah Saw. Walau demikian jumlah dana yang terkumpul sangat fantastis yang besarnya untuk tahun 2007 mencapai Rp. 361.333.307.000,- jumlah  itu mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2005 yang besarnya Rp. 373.173.447.000,-

Bila semua potensi zakat dapat dipungut sesuai dengan ketentuan syariah, maka jumlahnya akan lebih besar dari itu. Seperti zakat pertambangan belum diatur cara pemungatannya, kelompok tersebut masih dikategorikan zakat niaga biasa. Termasuk juga zakat pertanian dan perkebunan, perternakan dan zakat lainnya. Begitu juga dengan penyaluran zakat belum maksimal.

Potensi zakat yang belum dipungut besarnya sangat luar biasa. Dan hal itu akan dapat membangun umat dari segi ekonomi dan pembangunan sumberdaya manusia yang luar biasa pula. Pengembangan zakat harus didekati segi keimanan dan implementasi sosial. Bahwa orang yang sudah mampu tidak membayar zakat sama saja dia telah meninggalkan shalat.

Persepsi membayar zakat di Indonesia masih mengacu pada pendapat yang bersifat umum yang besarnya 2,5%. Yang berlaku baik bagi individu maupun lembaga (perusahaan). Dalam Undang-undang Zakat No.  23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat,  yang menyatakan, ketentuan umum ayat 2. Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Dan ayat 5. Muzaki adalah seorang muslim atau badan usaha yang berkewajiban menunaikan zakat.  Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa pembayar zakat adalah baik individu maupun badan usaha.
           
            Sesungguhnya bila diefektifkan bagi setiap invidu yang wajib zakat, banyak ragam harta yang dapat dikenakan zakat. Karena setiap ada yang sumber pendapatannya dari berbagai macam kegiatan usaha sebagaimana dalam tabel zakat di atas (tabel 1-4). Belum lagi suber zakat dari badan usaha yang jenis usahanya juga sangat bervariasi. Misalnya usaha pertambangan zakat yang harus dibayar adalah 20% bukan 2,5%. Bila penarikan zakat dari usaha-usaha tersebut konsisten dengan UU 23/2011 bahwa pelaksanaan zakat adalah sesuai syariat Islam. Seperti tertuang dalam pasal 2 dan pasal 4.

Pasal 2
Pengelolaan zakat berasaskan:
a. syariat Islam;
b. amanah;
c. kemanfaatan;
d. keadilan;
e. kepastian hukum;
f. terintegrasi; dan
g. akuntabilitas.

Pasal 4

(1) Zakat meliputi zakat mal dan zakat fitrah.
(2) Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. emas, perak, dan logam mulia lainnya;
b. uang dan surat berharga lainnya;
c. perniagaan;
d. pertanian, perkebunan, dan kehutanan;
e. peternakan dan perikanan
f. pertambangan;
g. perindustrian;
h. pendapatan dan jasa; dan
i. rikaz.
(3)  Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan harta yang dimiliki oleh muzaki perseorangan atau badan usaha.
(4) Syarat dan tata cara penghitungan zakat mal dan zakat fitrah dilaksanakan sesuai dengan syariat Islam.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penghitungan zakat mal dan zakat fitrah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri.


TUGAS LEMBAGA ZAKAT NEGARA (BAZNAS/BAZIS)
           
Lembaga zakat agar lebih efektif dalam menjalankan tugas baik dalam pemungutan maupun disteribusi zakat, infak dan shadaqah harus diberi wewang yang tegas. Wewenang itu sebagaimana yang diberikan kepada Direktorat Jenderal Pajak, yaitu dapat memberikan sanksi kepada wajib zakat yang tidak melaksanakan kewajibannya. Sehingga sanksi itu akan berlaku juga kepada wajib zakat sebagai mana wajib pajak. Maka dari itu UU Zakat harus lebih tegas lagi, tidak hanya mengatur regulasi dan mekanisme pengelolaan zakat tetapi lebih dari itu.

Selain dari itu lembaga zakat dapat melakukan identifikasi terhadap para wajib zakat. Sehingga lembaga zakat dapat bekerjasama dengan Dirjen Pajak. Begitu juga dalam melakukan disteribusi zakat, infak dan shadaqoh. Lemaba zakat harus juga melakukan identifikasi secara seksama agar zakat dapat tepat sasaran kepada para mustahiq dan pihak-pihak yang pantas menerima bantuan selain mustahiq. Maka dari itu lembaga zakat dapat juga bekerjasama dengan BPS dalam mengidentifikasi calon-calon penerima ZIS.

Pengelola Zakat (Lembaga Pengelola Zakat) juga harus mempunya program yang jelas dan tepat bagi penerima ZIS yang penyalurannya baik secara konsumtif maupun porduktif. Semua itu harus diarahkan kepada peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan ekonomi umat.

Bila potensi-potensi pembayar zakat diefektifkan penulis berkeyakinan Indonesia dapat mereduksi hutang luar negeri. Dana zakat dapat dijadikan sumber dana bagi pengentasan kemiskinan. Sebagaimana yang sekarang ini dijalankan oleh pemerintah kita. Selama ini dapat pemberdayaan masyarakat sumbernya adalah hutang luar negeri.  Program itu dikemas dalam Program Nasonal Pemberdayaan Masyarakat  Mandiri (PNPM), dan banyak variasinya PNPM Mandiri.*******