Minggu, 15 Maret 2009

Siapa mau jadi wapres ?


Pertemuan JK - Mega adalah suatu dagelan politik yang dimainkan oleh Gokar. Apakah tokoh PDIP telah menyadari atau memang untuk mencari sensasi politik. Bila pertemuan tersebut berlanjut sampai pada "jenjang pernikahan" politik, maka suatu keajiaiban dan rahmat bagi bangsa Indonesia. Namun adakah kemungkinan tersebut dapat terjadi ?. Mari kita lihat petanya.

Megawati adalah salah seorang yang pernah menjadi Wapres pada masa Gusdur jadi Presiden. Setelah Gusdur dilengserkan karena berbagai pelanggaran konstitusi. Akhirnya Megawati maju jadi Presiden karena konstitusi menggantikan Gusdur yang dipecat oleh Amin Rais dan Rombongannya (MPR RI). Jadi Megawati adalah orang yang pernah jadi Wapres dan juga pernah jadi Presiden. Jusuf Kalla (JK) sekarang sedang jadi Wapres nya SBY. Kalau wakuncarnya JK dengan Mega berlangsung meningkat pada elat perhikahan artinya JK diduga jadi Wapresnya Mega. Karena JK belum pernah jadi Presiden, itu kemungkinannya. Karena itu sulit mengharapakan Mega jadi Wapresnya JK. Begitu juga bila JK bersedia jadi Wapresnya Mega apa bedanya dengan jadi wapresnya SBY ? yang sudah teruji dan dianggap telah berhasil dalam periode ini.

Jangan-jangan JK berkunjung ke Mega merupakan tugas dari SBY untuk menjajagi berbagai kemungkinan yang dapat manfaatkan berdua antar SBY - JK pada periode ke depan. Jangan psimis bisa saja JK akan bersaing jadi Capres dengan SBY pada Pilpres 2009, dengan wapresnya dari PDIP tapi bukan Mega melainkan Taufik Kemas sumi bu Mega. Bisa saja kan siapa takut. * Ahmad Sukatmajaya

Kamis, 12 Maret 2009

Membangun Ekonomi Umat Melalui LKMS



Keterpurukan Ekonomi bangsa Indonesia saat ini terjadi akibat tidak meratanya distribusi pendapatan dan kesempatan berusaha bagi rakyat. Selama ini rakyat masih dijadikan objek pembanganunan saja tidak, belum dilibatkan dalam proses pembangunan, sehingga rakyat kehilangan keseimbangan dalam mengahadapi kemajuan ekonomi global. Hilangnya kesempatan berusaha bagi rakyat kecil tersebut secara defakto adalah umat Islam, hal itu terjadi karena beberapa faktor :

1. Umat Islam belum menyadari sepenuhnya bahwa sistem ekonomi Islam memiliki keunggulan yang harus dikembangkan.
2. Kurang mengefektifkan distribusi pendaptan melalui konsep Zakat, Infak dan Shadaqah bagi rakyat miskin. (Sehingga menimbulkan korban lihat gambar).
3. Membangun solidaritas ekonomi secara sehat, jujur dan produktif bagi umat Islam.

Ketiga faktor tersebut sekiranya dapat dikembangkan dengan baik dan dijalankan secara konsisten maka akan dapat mengatasi kesenjangan serta meningkatkan daya tahan ekonomi umat Islam.

Prinsip Ekonomi Islam

Islam secara prinsip telah melarang riba dan menghlalkan jual beli baik secara tunai maupun kridit. Riba artinya mengambil kelebihan atau keuntungan secara ilegal, tidak melalui transaksi produk yang diukur dengan standar nilai, malainkan transaksi jual beli uang. Apabila fasilitas seperti itu dipertahankan, maka dapat dipastikan krisis ekonomi tidak akan kunjung reda, karena yang demikian akan mendorong para pemilik uang akan selalu berspekulasi. Karena itu Islam sangat melarang jual beli uang dan atau tukar menukar barang yang sejenis dengan kadar yang berbeda.

Prinsip jual beli sangat dianjurkan dalam ajaran Islam karena akan mendorong masyarakat produktif. Pada awalnya masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya dilakukan secara subsistence kemudian melakukan pertukaran (jual-beli) atas dasar barang-barang yang dibutuhkan dengan standar nilai yang disepakati yaitu uang. Jadi uang dapat dipergunakan sebagai alat ukur dan alat tukar dalam rangka mempermudah transaksi bukan alat untuk berspkulasi atau sebagai barang komoditas yang dapat diperjual belikan. Dengan pertukaran dan jual beli itulah akan mendorong rakyat untuk meningkatkan produktivitasnya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, dengan pertukaran dan jual beli juga akan memperolah kelebihan atau keuntungan dari hasil transaksi yang dijalankannya. Untuk meningkatnya produksi dibutuhkan modal kerja yang diperoleh dari hasil keuntungan yang disisihkan atau ditabung. Dana tabungan akan menambah modal usaha melalui kerjasama (musyarakah) dengan prinsip bagi hasil (loss and profit sharing), shahibul maal akan memperoleh nisbah sesuai dengan kesepakatan sedangkan mudharib akan memperoleh keadialan selain nisbah yang telah ditentukan dari hasil yang diusahakannya. Sehingga kelebihan dana yang dimiliki oleh agniya tidak akan digunakan untuk berspekulasi tetapi akan digunakan untuk berinvestasi(syirkah). Konsep yang indah ini masih kurang disadari oleh umat Islam.

Efektivitas Zakat, Infak dan Shadaqah

Allah telah berjanji akan melipatgandakan bagi siapa saja hamba-Nya yang mengeluarkan Zakat, Infak dan Shadaqah (ZIS). Janji itu pasti akan ditepati-Nya asalakan dilaksanakan secara baik dan benar. Baik artinya harta yang akan dikeluarkan dilakukan secara ikhlas atas dasar melaksanakan perintah Allah, benar artinya harta yang disalurkan tepat pada sasaran yaitu fuqara wal masakin.

Selama ini banyak diantara para agniya, para orang kaya dan dermawan dalam menyalurkan Zakat, Infak dan Shadaqah masih sebatas menggugurkan kewajiban masih belum menyentuh pada aspek tanggung jawab moral ekonomi sebagai upaya untuk mengatasi kemiskinan (fuqora wal masakin). Sedangkan pembagiannya maish bertumpu pada jumlah penerima (kuantitas) belum pada kualitas penerima. Misalnya Bapak Fulan mempunyai dana yang akan di zakatkan sejumlah Rp. 5 juta. Uang tersebut biasanya akan dibagikan secara merata pada sejumlah orang yang cukup banyak. Bila setiap orang akan memperoleh Rp. 100.000,- maka orang yang akan mendapatkan pembagian uang tersebut sebanyak 50 orang. Memang uang sejumlah itu bagi rakyat miskin cukup besar. Namun dapat dipastikan uang Rp. 100.000,- itu akan habis dalam waktu paling lama 3 hari bagi sipenerima yang memiliki jumlah keluarga 2 orang. Tahun depan orang tersebut akan dapat dipastikan sangat mengharapkan zakat Pak Fulan kembali. Penyaluran zakat seperti ini akan menciptakan sifat ketergantungan dan hutang budi berkepanjangan. Sehingga sipengharap (mustahiq) jumlahnya akan selalu bertambah setiap tahunnya.

Sudah harus dimulai penyaluran zakat yang bersifat produktif dan tidak kuratif. Akan berbeda efeknya apabila uang zakat Rp. 5 juta dibagikan hanya kepada paling banyak 5 orang saja, jadi masing-masing orang akan medapat uang Rp. 1 juta. Dari uang Rp. 1 juta itu agar diarahkan untuk dijadikan modal kerja, misalnya untuk usaha dagang. Dengan demikian mustahiq tadi pada tahun yang akan datang dapat berubah menjadi orang yang memberikan zakat sesuai dengan keuntungan yang diperolehnya. Oleh karena itu bagi kelompok-kelompok ini dibutuhkan lembaga yang dapat membina dan mengarahkan agar tidak terbelenggu oleh kemiskinan secara berkepanjangan.

Untuk menjembatani hal tersebut dibutuhkan lembaga yang dapat menjangkau sampai pada tingkat operasional dikalangan rakyat kecil (grassroots) misalnya BMT (Baitul Mal Wattamwil).

Membangun Solidaritas Ekonomi Umat

Faktor lain yang menghambat pertumbuhan ekonomi umat Islam adalah karena kita masih kurang percaya pada kelompok kita sendiri. Umat Islam masih cenderung membanggakan produk atau merek yang diciptakan oleh orang lain. Mungkin ada produk yang dibuat oleh bangsa sendiri atau orang Islam yang memiliki kualitas cukup baik. Mengapa masih ada muslim membeli produk orang lain?, yang sudah pasti keuntungannya tidak dipergunakan untuk membayar zakat bahkan mungkin untuk sebaliknya menghancurkan generasi muslim menjadi orang yang konsumtif dan seterusnya. Ini adalah konsekwensi dari perang pemasaran yang sangat masif.

Maka sudah saatnya kita percaya pada bangsa sendiri dan khususnya umat Islam. Sebaliknya bagi produsen muslim harus menjaga dan menegakan etika bisnis yang Islami, sehingga dapat membangun kepercayaan dikalangan masyarakat muslim sendiri dan dunia usaha lainnya khususnya para konsumen.

Pada kesimpulannya rakyat masih membutuhkan bimbingan dalam rangka meningkatkan ekonominya. Maka dari itulah BMT diharapkan dapat dijadikan sebagai sarana meningkatkan sumber pendapatan bagi menciptkan lapangan usaha yang produktif. Karena BMT dapat menjangkau denyut nadi rakyat yang paling bawah. Jadi BMT bukan saja sebagai sarana sumber pembiayaan usaha umat juga harus dijadikan sebagai sentral akumulasi dana umat untuk selanjutnya disalurkan sebagai pembiayaan ekonomi produktif.(Ahmad Sukatmajaya)

Rabu, 11 Maret 2009

Ahmad Sukatmajaya Caleg Partai Bulan Bintang


Dicalonkan oleh Partai Bulan Bintang untuk mewakili daerah tanah kelahiran dengan nomor urut 3 daerah pemilihan Cilegon, Serang (Dapil 2 Banten). Buat saya merupakan tantangan untuk dapat memperjuangkan warga masyarakat Banten. Sesungguhnya kampung halaman sendiri. Suatu cita-cita yang sejak lama diimpakan agar daerah sendiri mempunyai daya saing dan maju sebagaimana daerah lain yang pernah saya kunjungi dalam berbagai kegiatan.

Impian itu terbayang sejak duduk dibangku SMP Negeri Cikande, memimpikan agar kesekolah dapat mengendarai sepedah di jalan yang baik. Maklum saja punya pikiran seperti itu, karena waktu ke sekolah jalan kaki dengan jarak yang cukup jauh ketika musim hujan. Maka dari itu setiap jumpa dengan Bupati Kab. Serang Bapak Taufik Nuriman selalu bertanya kapan jalan dari Cikande- Koper - Carenang akan di aspal. Pertanyaan itu selalu di ajukan sejak beliau jadi wakil Bupati Serang sampai terpilih jadi Bupati Serang. Insya Allah Tahun 2008 jalan ke Koper seledai di aspal. Koper tempat tinggal saya dan bersekolah waktu SD di SD N Koper.


Nah Sekarang ada kesempatan untuk maju jadi calon anggota legislatif dengan segala keterbatasan dari segi "amunisi". kalau kapasitas insya Allah. Setidaknya ada kesempatan untuk mereflikasi pengalaman dalam kegiatan pengentasan kemiskinan, membangun lembaga keuangan mikro serta membina usaha kecil dan menengah. Oleh karena itu butuh dukungan dan doa dari semuga masyarakat khususnya masyaraka Serang dan Cilegon. Mohon doa dan dukungan untuk Ahmad Sukatmajaya.

Polisiku oh...polisi ku

Sebagai aparat keamanan tentulah polisi menjadi tumpuan harapan masyarakat didalam atau untuk mendapatkan rasa aman dan tenteram
Terjadinya tragedy yang menyebabkan terbunuhnya ketua DPRD Sumatra Utara pada hari selasa tanggal 03 Februari 2009 telah menyebabkan perasaan masyarakat terhenyak dan menimbulkan Tanya, kenapa hal itu sampai bisa terjadi?.
Sebenarnya harus diakui bahwa, secara umum polisi cukup berhasil didalam mewujudkan ketertiban dan keamanan. Sejak pemberantasan judi di masa kapolri Sutanto berlanjut dengan kesunguhan memberantas premanisme, narkoba, illegal loging dan tindak kriminal lainnya polisi telah cukup berhasil menumbuhkan rasa aman di masyarakat. Perkelahian antar OKP ataupun pelajar sudah jarang terjadi. Dan orang-orang tidak merasa takut untuk berjalan dimalam hari, bahkan pada waktu tengah malam sekalipun. Banyak indikasi keberhasilan polisi yang dapat dilihat dan diutarakan, namun secara khusus ada hal-hal atau peristiwa yang terjadi di Sumatra Utara yang patut dipertanyakan. Kenapa begitu?
Dibawah ini saya utarakan beberapa diantaranya yang, menurut pendapat saya sangat penting dan perlu jawaban yang tepat, yang jujur dan benar.
Peristiwa penyerbuan kampus UISU Medan pada tanggal 09 Mai 2007 oleh “Kelompok Security” yang melakukan tindakan premanisme, kejadian itu terjadi di depan mata puluhan atau mungkin ratusan polisi yang hanya menyaksikan dan membiarkan para preman meluluhlantakkan kampus universitas tertua di Sumatra utara itu.
keesokan harinya, pada tanggal 10 Mai 2007 kembali polisi, dalam hal ini puluhan Brimob bersenjata lengkap mengamankan (mengawal) preman-preman bayaran Direktur PT MIL, Beni Basri, melakukan penghancuran Masjid Toyyibah yang terletak di kelurahan Hamdan Jl. Multatuli Medan sehingga Masjid yang berusia setengah abad itu menjadi rata dengan tanah. Itu terjadi pada saat lahan dimana Masjid Toyyibah berada masih dalam sengketa ditinggkat kasasi yang belum diputus oleh Mahkamah Agung. Seyogyanya, jangankan menghancurkan Masjid, membangunpun dalam status quo seperti itu tidak dibenarkan, dan pak Polisi mustahil tidak mengerti hal itu. Tetapi ketika saya tanya Komandan Brimob yang memimpin waktu itu, Mutalib, kenapa preman-preman itu dibiarkan menghancurkan Masjid ? Jawabnya : “ Kami hanya menjalankan perintah untuk mengamankan “. Kata saya lagi : “ Tetapi lahan masjid itu masih dalam sengketa, belum diputus oleh mahkamah agung”. Jawabnya lagi : “ Saya tidak tau soal itu, Tanya saja pada Wali Kota, kami hanya menjalankan perintah”. Saya bertanya lagi : “ Jadi yang memerintahkan adalah wali Kota ?”. Jawabnya lagi : “ yah betul”.
Diskriminatif.
Selama ini berkembang perasaan dikalangan aktivis Islam bahwa, sikap dan perlakuan polisi didalam mengawasi atau menangani kegiatan / kasus yang menyangkut kepentingan umat Islam terlalu berlebihan dan dibedakan. Misalnya bila FPI atau FUI-SU melakukan Demonstrasi yang hanya berjumlah ratusan orang, pengawalan polisi begitu serius dengan pengerahan personil yang dirasa berlebihan. Hal seperti itu tampak berbeda bila pendemo itu dari kelompok lain. Menurut komentar banyak pihak hal itu pula lah yang menjadi salah satu penyebab terjadinya tragedy tanggal 03 Februari 2009 yang mengakibatkan tewasnya Abdul Azis Angkat.
Perbedaan sikap dan tindakan polisi juga kami alami ketika kami hendak melakukan acara peletakan batu pertama pembangunan kembali Masjid Toyyibah secara simbolis dilahan semula. Belum lagi acara dimaksud terlaksana kami ditangkap, meski pada malam harinya dilepaskan kembali. Bandingkan dengan preman-preman yang dikawal oleh Brimob ketika menghancurkan Masjid Toyyibah, dan hingga kini belum tersentuh hukum. Alhamdulillah Kapoltabes Medan telah berjanji akan menindak lanjuti laporan FUI-SU bila telah dimasukkan ke Poltabes Medan.
Perbedaan sikap dan tindakan Polisi juga terjadi dalam penaganan / pengawalan perintah Pemko Binjai untuk merubuhkan bangunan tanpa IMB yang akan dijadikan rumah Ibadah di Binjai Utara. Dalam kasus ini Polisi tidak berhasil mengamankan perintah Pemko Binjai sehinga perubuhan bangunan tanpa ijin itu tidak terlaksana, karena ketika itu Polisi hanya menonton proses yang terjadi, tidak berbuat apa-apa untuk mengusir orang-orang yang mempertahankan bangunan tanpa izin tersebut, sehingga alat berat (Berko) yang telah dipersiapkan di depan bangunan itu akhirnya ditarik kembali. Berbeda jauh dengan saat ketika preman-preman akan menghancurkan masjid Toyyibah, Brimob yang bertugas ketika itu mengeluarkan jemaah yang baru selesai sholat Dzuhur dengan todongan senjata. Tidakkah ini diskriminasi ?

Sekelumit data diatas dapatlah menjadi gambaran penyebab, kanapa para aktifis Islam merasa mendapat perlakuan Diskriminatif dari pak Polisi. Kejadian terakhir telah meyentak dan membangunkan kesadaran mereka yang paling penakut sekalipun dari kalangan umat Islam untuk merasa dan menyatakan kemarahan atas perbuatan brutal dan biadab dari ribuan orang yang ironinya, selama ini selalu memperoleh ajaran kasih. Ternyata “Kasih” itu benar-benar telah melanda DPRD Sumatra Utara sehingga jadi berantakan dan merengut nyawa ketuanya, Abdul Azis Angkat. Pernyataan yang terlalu dini bahwa Alm Abdul Azis Angkat meninggal karma serangan jantung justru menambah tanda tanya serta rasa sedih dan perihnya hati umat Islam yang melihat sendiri dari tayangan televisi bagaimana ketua DPRD itu diperlakukan, bagaimana hal itu dapat terjadi, dan bagaimana pula keterangan Azwir Sofyan ( salah seorang Pembina fraksi PAN ) bahwa Abdul Azis Angkat telah meninggal ketika masih berada diruang kantor Fraksi partai Golkar. Azwir Sofyan yang berusaha menyelamatkan Abdul Azis angkat menyatakan penyesalanya atas kejadian tersebut serta kekecewaannya terhadap lemahnya pengamanan sehingga menyebabkan terjadinya kematian Abdul Azis Angkat.

Maa khalaqta haadza bathila
Pada hari ,jum’at tanggal 06 Februari 2009 umat Islam yang tergabung didalam Forum Umat Islam bersatu melakukan unjuk rasa sebagai protes dan pernyataan duka atas terbunuhnya ketua DPRD Sumut, Abdul Aziz Angkat. Sepatutnya hal serupa dilakukan juga oleh umat atau golongan lain. Karena Alm Abdul Azis Angkat bukan hanya milik umat Islam tetapi dalam kapasitasnya sebagai ketua DPRD alamarhum adalah milik masyarakat Sumatra Utara. Paling tidak perlihatkanlah komitmen dan solidaritas sosial / kemanusiaan dengan pernyataan mengutuk anarkis dan brutal yang dilakukan oleh Pendemo pendukung Protap. Sikap diam tentu akan menimbulkan kesan negative sehingga akan menambah parahnya kondusivitas daerah Sumatra Utara yang telah ternoda oleh tragedi di DPRD Sumatra Utara itu

PENUTUP

Peristiwa terbunuhnya Abdul Azis Angkat terjadi ditengah-tengah kerumunan massa pendukung Protap. Kejadian itu ditayangkan berulang-ulang oleh berbagai saluran televisi dan pemberitaan media massa. Oleh karma itu pelaku dan actor intelektual dewan tersebut harus diseret kepengadilan, jangan ada upaya menutup-nutupi dan menyederhanakan masalah, karena hal itu justru akan memperburuk keadaan.
Dalam kapasitas sebagai Ketua Umum Forum Umat Islam Sumatra Utara saya menyatakan :
Rasa duka yang mendalam atas terbunuhnya ketua DPRD Sumatra Utara, Abdul Azis Angkat, serta harapan dan doa semoga keluarga yang di tinnggalkan tetap sabar dan ikhlas menerima musibah ini. Semoga Alm Abdul Asiz Angkat dapat ampunan atas dosa-dosanya serta ditempatkan ditempat yang terbaik oleh Allah Swt
Mengutuk perbuatan brutal dan biadab yang menyebabkan kematian ketua DPRD Sumatra Utara dan menuntut agar para pelakunya terutama Aktor intelectualnya mendapat hukuman yang setimpal dangan kebiadaban yang mereka lakukan
menghimbau kaum Muslimin umtuk mengambil hikmah dari peristiwa tersebut dengan meningkatkan kesadaran akan kebenaran firman Allah yang artinya : “ tidak akan senang orang-orang Yahudi dan Nashara sehinga kamu mengikuti millah mereka “
Waspada terhadap provokasi pihak ketiga. Betapapun kemarahan hati, jangan sampai meniru perbuatan mereka yang biadab, tetepi buktikan bahwa kaum Muslimin adalah umat yang beradab
Luruskan dan rapatkan shaf, kemudian perbanyaklah membaca dan memahami firman Allah surah Ali Imran ayat 200 yang artinya : “wahai orang-orang yang beriman bersabarlah dan perkuatlah kesabaranmu itu , dan waspadalah (terhadap ancaman musuh-musuhmu), dan bertakwalah niscaya kamu akan menang” Hasbunallah wa nikmal wakil, nasrun minallah wafathun qarib.

Jakarta, 06 Februari 2009
Wassalam,
Forum Umat Islam
Sumatera Utara (FUI-SU)

Timsar Zubil
Ketua Umum

Minggu, 08 Maret 2009

Riba dan Bunga

Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.( Al-Hujarat : 15)

A. Eksistensi riba menurut Islam
Bunga (interest) dalam sistem ekonomi kapitalis dianggap sebagai cost of money. Riba telah menjadi polemik dalam kalangan umat Islam. Beragam argumentasi yang dikemukakan untuk menghalalkan bunga, bahwa bunga tidak sama dengan riba. Walaupun Al-Quran dan Hadits sudah sangat jelas bahwa bunga itu riba. Dan riba hukumnya haram. Alasan halalnya bunga itu antara lain :
1) Dalam keadaan darurat bunga hukumnya halal. Argumentasinya bahwa sebelum ada bank Islam umat Islam mengalami kesulitan untuk memperoleh modal dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan usaha. Namun konsep darurat yang digunakan untuk pembenaran halalnya bunga secara fiqh ternyata tidak relevan. Darurat menurut Imam As-Suyuti dalam bukunya Asybah wan Nadhair adalah suatu keadaan emergency yaitu jika seseorang tidak segera melakukan sesuatu tindakan dengan cepat, maka akan membawanya ke jurang kehancuran atau kematian. Para ulama juga sering mencontohkan untuk kondisi darurat yang menyebabkan bolehnya makan daging babi, atau bangkai, yaitu seorang yang tersesat atau kelaparan dimana tidak ada sesuatu yang dapat dimakan kecuali hanya daging babi itu, maka daging babi tersebut boleh dimakan. Persoalan hukum keharaman daging babi tetap tidak berubah, hanya saja Allah Swt. mengampuninya karena kondisi darurat, sebagai- mana firman-Nya dalam al Quran :
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.s; Al Baqarah :173)

Anggapan bunga halal dengan argumentasi keadaan darurat menjadi batal, karena dilakukan tanpa batasan waktu dan tidak ada upaya mencari pengganti kepada hal-hal yang sesuai dengan syariah.

2) Hanya bunga yang berlipat ganda yang haram, sedangkan suku bunga yang wajar dan tidak mendzalimi tidak dilarang. Pemahaman ini didasari atas al Quran surat al Imron ayat 130 :
“Hai orang-orang yang beriman, jangan kalian memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kalian kepada Allah supaya kalian mendapat keberuntungan”.

Para ulama menafsirkan perkataan “berlipat”( )dalam al-Quran surat Al-Imron ayat 130 bukanlah syarat sah tidaknya riba. Kata “berlipat” adalah kata sifat yang menjelaskan karakteristik riba itu berlipat. Hal ini dapat dikaji dari phase-phase pelarangan terhadap riba dengan segala aspek dan bentuknya. Bahwa riba tetap haram tidak tergantung pada besar kecilnya kelipatan atau jenis dan bentuknya. Sebagaimana dalam kalimat janganlah kau membunuh dengan sadis, karena hal itu perbuatan yang kejam. Membunuh tetap dilarang dan perbuatan dosa walaupun tidak dengan sadis dan mencincang.

3) Bank sebagai lembaga tidak masuk dalam kategori mukallaf. Dengan demikian tidak termasuk yang terkena khitab ayat-ayat dan hadits riba. Alasannya bahwa pada masa Nabi belum ada lembaga keuangan bank yang menerapkan riba, artinya bank bukanlah yang termasuk dalam larangan riba.

Pendapat di atas tidak bisa dijadikan dasar argumentasi halalnya bunga. Karena pada zaman Nabi Saw. telah berdiri lembaga keuangan yang berbadan hukum atau yang disahkan oleh penguasa. Dalam sejarah Romawi dan Persia telah banyak berdiri lembaga keuangan yang disahkan oleh penguasa setempat. Dalam operasinya menerapkan system bunga.

Kesimpulan argumentasi halalnya bunga dengan sendirinya menjadi tidak sah. Apapun bentuk dan jenisnya serta besar kecilnya tingkat suku bunga bila Islam telah menetapkan haram, maka haram selamanya sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 278-279 :

“ Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka, jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan, jika kamu bertobat (dari pengambilan riba) maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.”

“ Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka..(al-Ahzab : 36).

Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata ; Rasulullah Saw. bersabda; Akan datang suatu zaman, tidak ada seorang pun kecuali ia terlibat dalam memakan harta riba. Kalau ia tidak memakannya secara langsung, ia akan terkena debunya.” (HR. Ibnu Majjah)

Rasulullah Saw. bersabda :” Dirhamu ribaa ya kuluhurrujulu wahuwa ya’lamu, asyaddu min sitin watsalaa ina zaniyyatin”.

“ Seseorang yang memakan harta riba dengan sadar adalah lebih hina daripada tiga puluh enam kali berbuat zinah” (HR. Imam Ahmad).

“La’anallahu akilarriba wamuukilahu wakatibahu wasyahidaiyhi –wakola- hum sawaa”

“Allah melaknat orang yang memakan riba, orang yang memberi makan riba juru tulis dan dua orang saksi -dan beliau bersabda- mereka semua adalah sama.”

“La’ana rasulullah akilarribaa wamuukilahu wasyahidaihi wakatibahu”.
Rasulullah melaknat orang yang memakan riba, orang yang member makan riba, dua orang saksi dan juru tulisnya.”(H.R. Muslim).

B. Macam – Macam Riba

Pengertian riba yang disampaikan oleh jumhur ulama sepanjang sejarah Islam dari berbagai mazhab fiqhiyyah :

1) Badr Ad Din Al Ayni pengarang Umdatul Qari Syarah Shih Al- Bukhari :
“Prinsip utama dalam riba adalah penambahan. Menurut syariah riba berarti penambahan harta atas harta pokok tanpa adanya transaksi bisnis riil”.

2) Imam Sarakhsi dari mazhab Hanafi :
“ Riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tampa adanya iwadh atau (padanan yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut”.

3) Raghib Al Asfahani :
“Riba adalah penambahan atas harta pokok”

4) Imam An Nawawi dari mazhab Syafi’I :
“Riba adalah penambahan atas harta pokok karena unsur waktu. Dalam dunia perbankan hal tersebut dikenal dengan bunga kredit sesuai lamanya waktu pinjaman”.

5) Qatadah :
“Riba jahiliyah adalah seseorang yang menjual barangnya secara tempo hingga waktu tertentu. Apabila telah datang saat pembayaran dan si pembeli tidak mampu membayar, maka ia memberikan bayaran tambahan atas penangguhan”.

6) Zaid bin Aslam :
“ Yang dimaksud dengan riba jahiliyah yang berimplikasi berlipat ganda sejalan dengan waktu adalah seseorang memiliki piutang atas mitranya. Pada saat jatuh tempo ia berkata: “ bayar sekarang atau tambah”.

7) Mujahid :
“ Mereka jual dagangannya dengan tempo. Apabila telah jatuh tempo dan (tidak mampu bayar) si pembeli memberikan ‘tambahan’ atas tambahan waktu”.

8) Ja’far Ash Shadiq dari kalangan Syiah :
Allah melarang riba, supaya orang tidak berhenti berbuat kebajikan. Karena ketika diperkenankan untuk mengambil bunga atas pinjman, maka seseorang tidak berbuat ma’ruf lagi atas transaksi pinjam meminjam dan sejenisnya. Padahal al-qord bertujuan untuk menjalin hubungan yang erat dan kebajikan antar manusia”.

9) Imam Ahmad bin Hambal, pendiri mazhab Hanafi :
“Sesungguhnya riba itu adalah seseorang memiliki utang maka dikatakan kepadanya apakah akan melunasi atau membayar lebih. Jikalau tidak mampu melunasi, ia harus menambah dana lebih (dalam bentuk bunga pinjaman) atas penambahan waktu yang diberikan”.

Atas dasar pendapat para ulama dari berbagai mazhab di atas intinya menyatakan bahwa riba hukumnya haram, yang dimaksud riba adalah Interest (bunga) bank. Karena bunga dipandang sebagai penghambat terjadinya tolong menolong atas sesama manusia dan menimbulkan eksploitasi secara ekonomi, sedangkan manusia sebagai makhluk Allah Swt. harus saling membantu, terlebih lagi sesama umat Islam. Zainul Arifin[*] (2002, hal 11) bahwa aktivitas keuangan dan perbankan syariah dapat dipandang sebagai wahana bagi masyarakat modern untuk membawa mereka kepada, paling tidak, pelaksanaan dua ajaran Qur’an yaitu :

(1) Prinsip At Ta’awun, yaitu saling membantu dan saling bekerja sama di antara anggota masyarakat untuk kebaikan, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an :
“…Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran…” (Qs. Al Maidah: 2).

(2) Prinsip menghindari al Iktinaz, yaitu menahan uang (dana) dan membiarkannya menganggur (idle) dan tidak berputar dalam transaksi yang bermanfaat bagi masyarakat umum sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an:
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu..”.(Qs. An -Nisa : 29).

Konsep tabarru atau membantu sesama manusia harus didasari atas ketulusan hati serta tidak dibenarkan mengharapkan imbalan, sehingga akan memberatkan orang yang semestinya memperoleh bantuan. Apabila yang bersangkutan(penolong) berharap memperoleh keuntungan dari apa yang akan diberikan, maka niatnya harus dirubah menjadi perjanjian kerjasama yang saling menguntungkan. Dalam syariah Islam disebut Akad Tijari, yaitu perjanjian komersial. Itu pun harus adil dan berbagi risiko secara proporsional.

Hikmah pelarangan riba agar terjadi tolong menolong serta menumbuhkan rasa keadilan, Yusuf Qordawi menyatakan :
“ Sesungguhnya hikmah eksplisit dan tampak jelas dibalik pengharaman riba adalah mewujudkan persamaan yang adil di antara pemilik harta (modal) dengan usaha, serta memikul risiko dan akibatnya secara berani dan penuh rasa tanggung jawab. Inilah pengertian keadilan Islam”.

Dari uraian di atas Islam sesungguhnya sangat tegas terhadap praktik riba, baik yang bersifat konsumtif maupun produktif yang sifatnya untuk usaha. Riba secara garis besar dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba utang-piutang dan riba jual beli. Riba utang-piutang terbagi dua yaitu riba qordh dan riba jahiliyah. Sedangkan riba jual beli terdiri dari riba fadhl dan riba nasi’ah. Adapun pengertian jenis-jenis riba itu sebagai berikut :
a. Riba Qordh adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berutang (muqtariah).
b. Riba Jahiliyah adalah utang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar utang tepat pada waktu yang ditetapkan.
c. Riba Fadhl adalah pertukaran antara barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis ribawi. (1) Barang ribawi antara lain Emas, perak baik dalam bentuk uang emas/perak atau dalam bentuk lainnya. (2) Bahan makanan pokok seperti beras, gandum dan lainnya.
d. Riba Nasi’ah yaitu penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba Nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang akan diserahkan kemudian.

Pelarangan terhadap praktik riba (interest) sesungguhnya tidak hanya dalam Islam. Akan tetapi semua agama juga melarangnya termasuk para filusuf. Perbuatan riba dapat dinilai sebagai perbuatan yang tidak bermoral, yaitu mengambil keuntungan dari orang yang sangat membutuhkan sesuatu atau dana. Atau ingin memperoleh untung akan tetapi tidak mau menanggung risiko. Bahkan jauh sebelum Islam lahir, para raja sebelum masehi telah melarang praktik bunga (interest). Pada tahun 1950 SM, Raja Hammurabi menetapkan kebijakan tentang tata cara pinjam meminjam dengan system barter dan menentukan batas interest rate serta himbauan pada masyarakat untuk menghindari transaksi ribawi (Mahmud Arif Wahbah, Nadzriyat al Faaidah fi al-fikr al Iqtishodi).

Juga dapat dilihat dalam kitab Perjanjian Lama (Old Testament) dan Kitab Exodus (Keluaran) pasal 22 ayat 25 yaitu larangan membungakan uang bagi orang-orang Yahudi :
“Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang umat ku , orang yang miskin di antaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih utang terhadap dia, janganlah engkau bebankan bunga terhadapnya.” (Keluaran 22;25).

“ Janganlah engkau membungakan uang kepada saudaramu, baik uang maupun bahan makanan, atau apapun yang dapat dibungakan”. (Deuteronomy (ulangan) :22; 19)

Demikian juga pelarangan bunga bagi umat Kristen yang dituangkan dalam Kitab Perjanjian Baru terdapat pada Lukas 6 : 34-35 :
“ Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu daripadanya, apakah jasa mu ? Orang-orang berdosa pun meminjamkan kepada orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak. Tetapi, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Tuhan Yang Maha Tinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih terhadap orang-orang jahat” (Lukas 6 : 34-35)


FATWA MUI No. 1/2004 tentang Bunga(Interest/fa’idah)
Dalam keputusannya sebagai berikut :
Pertama : Pengertian Bunga (interest) dan Riba
1. Bunga (interest/Fa’idah) adalah tambahan yang dikenakan dalam transaksi pinjaman uang(al-qordh) yang diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok tersebut, berdasarkan tempo waktu, diperhitungkan secara pasti di muka, dan pada umumnya berdasarkan persentase.
2. Riba adalah tambahan(ziyada) tanpa ( ﺒﻼﻋﻮﺾ)yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran ( ) yang diperjanjikan sebelumnya, dan inilah yang disebut riba nasi’ah.
Kedua : hukum bunga (interest)
1. Peraktik membungakan uang saat ini telah memenuhi criteria riba yang terjadi pada zaman Rasulullah SAW., yakni riba nasi’ah. Dengan demikian, praktik membungakan uang ini termasuk salah satu bentuk riba, dan riba haram hukumnya.
2. Praktik membungakan tersebut hukumnya adalah haram, baik dilakukan oleh Bank, Asuransi, Pasar Modal, Pegadaian, Koperasi, dan Lembaga Keuangan lainnya maupun dilakukan oleh individu.
Ketiga : Bermuamalah dengan lembaga keuangan konvensional
1. Untuk wilayah yang sudah ada kantor/jaringan lembaga keuangan syariah dan mudah dijangkau, tidak dibolehkan melakukan transaksi yang didasarkan kepada perhitungan bunga.
2. Untuk wilayah yang belum ada kantor/jaringan lembaga keuangan syariah, diperbolehkan melakukan kegiatan transaksi di lembaga keuangan konvensional berdasarkan prinsip dharurat/hajat.■ [*] Zainul Arifin, MBA, Drs. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Alfabet, Jakarta 2002.

Ahmad Sukatmajaya.