Rabu, 11 Maret 2009

Polisiku oh...polisi ku

Sebagai aparat keamanan tentulah polisi menjadi tumpuan harapan masyarakat didalam atau untuk mendapatkan rasa aman dan tenteram
Terjadinya tragedy yang menyebabkan terbunuhnya ketua DPRD Sumatra Utara pada hari selasa tanggal 03 Februari 2009 telah menyebabkan perasaan masyarakat terhenyak dan menimbulkan Tanya, kenapa hal itu sampai bisa terjadi?.
Sebenarnya harus diakui bahwa, secara umum polisi cukup berhasil didalam mewujudkan ketertiban dan keamanan. Sejak pemberantasan judi di masa kapolri Sutanto berlanjut dengan kesunguhan memberantas premanisme, narkoba, illegal loging dan tindak kriminal lainnya polisi telah cukup berhasil menumbuhkan rasa aman di masyarakat. Perkelahian antar OKP ataupun pelajar sudah jarang terjadi. Dan orang-orang tidak merasa takut untuk berjalan dimalam hari, bahkan pada waktu tengah malam sekalipun. Banyak indikasi keberhasilan polisi yang dapat dilihat dan diutarakan, namun secara khusus ada hal-hal atau peristiwa yang terjadi di Sumatra Utara yang patut dipertanyakan. Kenapa begitu?
Dibawah ini saya utarakan beberapa diantaranya yang, menurut pendapat saya sangat penting dan perlu jawaban yang tepat, yang jujur dan benar.
Peristiwa penyerbuan kampus UISU Medan pada tanggal 09 Mai 2007 oleh “Kelompok Security” yang melakukan tindakan premanisme, kejadian itu terjadi di depan mata puluhan atau mungkin ratusan polisi yang hanya menyaksikan dan membiarkan para preman meluluhlantakkan kampus universitas tertua di Sumatra utara itu.
keesokan harinya, pada tanggal 10 Mai 2007 kembali polisi, dalam hal ini puluhan Brimob bersenjata lengkap mengamankan (mengawal) preman-preman bayaran Direktur PT MIL, Beni Basri, melakukan penghancuran Masjid Toyyibah yang terletak di kelurahan Hamdan Jl. Multatuli Medan sehingga Masjid yang berusia setengah abad itu menjadi rata dengan tanah. Itu terjadi pada saat lahan dimana Masjid Toyyibah berada masih dalam sengketa ditinggkat kasasi yang belum diputus oleh Mahkamah Agung. Seyogyanya, jangankan menghancurkan Masjid, membangunpun dalam status quo seperti itu tidak dibenarkan, dan pak Polisi mustahil tidak mengerti hal itu. Tetapi ketika saya tanya Komandan Brimob yang memimpin waktu itu, Mutalib, kenapa preman-preman itu dibiarkan menghancurkan Masjid ? Jawabnya : “ Kami hanya menjalankan perintah untuk mengamankan “. Kata saya lagi : “ Tetapi lahan masjid itu masih dalam sengketa, belum diputus oleh mahkamah agung”. Jawabnya lagi : “ Saya tidak tau soal itu, Tanya saja pada Wali Kota, kami hanya menjalankan perintah”. Saya bertanya lagi : “ Jadi yang memerintahkan adalah wali Kota ?”. Jawabnya lagi : “ yah betul”.
Diskriminatif.
Selama ini berkembang perasaan dikalangan aktivis Islam bahwa, sikap dan perlakuan polisi didalam mengawasi atau menangani kegiatan / kasus yang menyangkut kepentingan umat Islam terlalu berlebihan dan dibedakan. Misalnya bila FPI atau FUI-SU melakukan Demonstrasi yang hanya berjumlah ratusan orang, pengawalan polisi begitu serius dengan pengerahan personil yang dirasa berlebihan. Hal seperti itu tampak berbeda bila pendemo itu dari kelompok lain. Menurut komentar banyak pihak hal itu pula lah yang menjadi salah satu penyebab terjadinya tragedy tanggal 03 Februari 2009 yang mengakibatkan tewasnya Abdul Azis Angkat.
Perbedaan sikap dan tindakan polisi juga kami alami ketika kami hendak melakukan acara peletakan batu pertama pembangunan kembali Masjid Toyyibah secara simbolis dilahan semula. Belum lagi acara dimaksud terlaksana kami ditangkap, meski pada malam harinya dilepaskan kembali. Bandingkan dengan preman-preman yang dikawal oleh Brimob ketika menghancurkan Masjid Toyyibah, dan hingga kini belum tersentuh hukum. Alhamdulillah Kapoltabes Medan telah berjanji akan menindak lanjuti laporan FUI-SU bila telah dimasukkan ke Poltabes Medan.
Perbedaan sikap dan tindakan Polisi juga terjadi dalam penaganan / pengawalan perintah Pemko Binjai untuk merubuhkan bangunan tanpa IMB yang akan dijadikan rumah Ibadah di Binjai Utara. Dalam kasus ini Polisi tidak berhasil mengamankan perintah Pemko Binjai sehinga perubuhan bangunan tanpa ijin itu tidak terlaksana, karena ketika itu Polisi hanya menonton proses yang terjadi, tidak berbuat apa-apa untuk mengusir orang-orang yang mempertahankan bangunan tanpa izin tersebut, sehingga alat berat (Berko) yang telah dipersiapkan di depan bangunan itu akhirnya ditarik kembali. Berbeda jauh dengan saat ketika preman-preman akan menghancurkan masjid Toyyibah, Brimob yang bertugas ketika itu mengeluarkan jemaah yang baru selesai sholat Dzuhur dengan todongan senjata. Tidakkah ini diskriminasi ?

Sekelumit data diatas dapatlah menjadi gambaran penyebab, kanapa para aktifis Islam merasa mendapat perlakuan Diskriminatif dari pak Polisi. Kejadian terakhir telah meyentak dan membangunkan kesadaran mereka yang paling penakut sekalipun dari kalangan umat Islam untuk merasa dan menyatakan kemarahan atas perbuatan brutal dan biadab dari ribuan orang yang ironinya, selama ini selalu memperoleh ajaran kasih. Ternyata “Kasih” itu benar-benar telah melanda DPRD Sumatra Utara sehingga jadi berantakan dan merengut nyawa ketuanya, Abdul Azis Angkat. Pernyataan yang terlalu dini bahwa Alm Abdul Azis Angkat meninggal karma serangan jantung justru menambah tanda tanya serta rasa sedih dan perihnya hati umat Islam yang melihat sendiri dari tayangan televisi bagaimana ketua DPRD itu diperlakukan, bagaimana hal itu dapat terjadi, dan bagaimana pula keterangan Azwir Sofyan ( salah seorang Pembina fraksi PAN ) bahwa Abdul Azis Angkat telah meninggal ketika masih berada diruang kantor Fraksi partai Golkar. Azwir Sofyan yang berusaha menyelamatkan Abdul Azis angkat menyatakan penyesalanya atas kejadian tersebut serta kekecewaannya terhadap lemahnya pengamanan sehingga menyebabkan terjadinya kematian Abdul Azis Angkat.

Maa khalaqta haadza bathila
Pada hari ,jum’at tanggal 06 Februari 2009 umat Islam yang tergabung didalam Forum Umat Islam bersatu melakukan unjuk rasa sebagai protes dan pernyataan duka atas terbunuhnya ketua DPRD Sumut, Abdul Aziz Angkat. Sepatutnya hal serupa dilakukan juga oleh umat atau golongan lain. Karena Alm Abdul Azis Angkat bukan hanya milik umat Islam tetapi dalam kapasitasnya sebagai ketua DPRD alamarhum adalah milik masyarakat Sumatra Utara. Paling tidak perlihatkanlah komitmen dan solidaritas sosial / kemanusiaan dengan pernyataan mengutuk anarkis dan brutal yang dilakukan oleh Pendemo pendukung Protap. Sikap diam tentu akan menimbulkan kesan negative sehingga akan menambah parahnya kondusivitas daerah Sumatra Utara yang telah ternoda oleh tragedi di DPRD Sumatra Utara itu

PENUTUP

Peristiwa terbunuhnya Abdul Azis Angkat terjadi ditengah-tengah kerumunan massa pendukung Protap. Kejadian itu ditayangkan berulang-ulang oleh berbagai saluran televisi dan pemberitaan media massa. Oleh karma itu pelaku dan actor intelektual dewan tersebut harus diseret kepengadilan, jangan ada upaya menutup-nutupi dan menyederhanakan masalah, karena hal itu justru akan memperburuk keadaan.
Dalam kapasitas sebagai Ketua Umum Forum Umat Islam Sumatra Utara saya menyatakan :
Rasa duka yang mendalam atas terbunuhnya ketua DPRD Sumatra Utara, Abdul Azis Angkat, serta harapan dan doa semoga keluarga yang di tinnggalkan tetap sabar dan ikhlas menerima musibah ini. Semoga Alm Abdul Asiz Angkat dapat ampunan atas dosa-dosanya serta ditempatkan ditempat yang terbaik oleh Allah Swt
Mengutuk perbuatan brutal dan biadab yang menyebabkan kematian ketua DPRD Sumatra Utara dan menuntut agar para pelakunya terutama Aktor intelectualnya mendapat hukuman yang setimpal dangan kebiadaban yang mereka lakukan
menghimbau kaum Muslimin umtuk mengambil hikmah dari peristiwa tersebut dengan meningkatkan kesadaran akan kebenaran firman Allah yang artinya : “ tidak akan senang orang-orang Yahudi dan Nashara sehinga kamu mengikuti millah mereka “
Waspada terhadap provokasi pihak ketiga. Betapapun kemarahan hati, jangan sampai meniru perbuatan mereka yang biadab, tetepi buktikan bahwa kaum Muslimin adalah umat yang beradab
Luruskan dan rapatkan shaf, kemudian perbanyaklah membaca dan memahami firman Allah surah Ali Imran ayat 200 yang artinya : “wahai orang-orang yang beriman bersabarlah dan perkuatlah kesabaranmu itu , dan waspadalah (terhadap ancaman musuh-musuhmu), dan bertakwalah niscaya kamu akan menang” Hasbunallah wa nikmal wakil, nasrun minallah wafathun qarib.

Jakarta, 06 Februari 2009
Wassalam,
Forum Umat Islam
Sumatera Utara (FUI-SU)

Timsar Zubil
Ketua Umum

1 komentar:

  1. polisi memang mnjadi pengayom masyarakat, tpi skatrang hal itu sudah tdak berlaku lg. skrang polisi adalah preman masyarakat, pnipu rakyat, pnodong rakyat. keadilan di tangan polisi sudah hilang dan lenyap, persetan dngn smwn pernyatan petinggi polri. babi smw polisi.

    BalasHapus