Kamis, 12 Maret 2009

Membangun Ekonomi Umat Melalui LKMS



Keterpurukan Ekonomi bangsa Indonesia saat ini terjadi akibat tidak meratanya distribusi pendapatan dan kesempatan berusaha bagi rakyat. Selama ini rakyat masih dijadikan objek pembanganunan saja tidak, belum dilibatkan dalam proses pembangunan, sehingga rakyat kehilangan keseimbangan dalam mengahadapi kemajuan ekonomi global. Hilangnya kesempatan berusaha bagi rakyat kecil tersebut secara defakto adalah umat Islam, hal itu terjadi karena beberapa faktor :

1. Umat Islam belum menyadari sepenuhnya bahwa sistem ekonomi Islam memiliki keunggulan yang harus dikembangkan.
2. Kurang mengefektifkan distribusi pendaptan melalui konsep Zakat, Infak dan Shadaqah bagi rakyat miskin. (Sehingga menimbulkan korban lihat gambar).
3. Membangun solidaritas ekonomi secara sehat, jujur dan produktif bagi umat Islam.

Ketiga faktor tersebut sekiranya dapat dikembangkan dengan baik dan dijalankan secara konsisten maka akan dapat mengatasi kesenjangan serta meningkatkan daya tahan ekonomi umat Islam.

Prinsip Ekonomi Islam

Islam secara prinsip telah melarang riba dan menghlalkan jual beli baik secara tunai maupun kridit. Riba artinya mengambil kelebihan atau keuntungan secara ilegal, tidak melalui transaksi produk yang diukur dengan standar nilai, malainkan transaksi jual beli uang. Apabila fasilitas seperti itu dipertahankan, maka dapat dipastikan krisis ekonomi tidak akan kunjung reda, karena yang demikian akan mendorong para pemilik uang akan selalu berspekulasi. Karena itu Islam sangat melarang jual beli uang dan atau tukar menukar barang yang sejenis dengan kadar yang berbeda.

Prinsip jual beli sangat dianjurkan dalam ajaran Islam karena akan mendorong masyarakat produktif. Pada awalnya masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya dilakukan secara subsistence kemudian melakukan pertukaran (jual-beli) atas dasar barang-barang yang dibutuhkan dengan standar nilai yang disepakati yaitu uang. Jadi uang dapat dipergunakan sebagai alat ukur dan alat tukar dalam rangka mempermudah transaksi bukan alat untuk berspkulasi atau sebagai barang komoditas yang dapat diperjual belikan. Dengan pertukaran dan jual beli itulah akan mendorong rakyat untuk meningkatkan produktivitasnya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, dengan pertukaran dan jual beli juga akan memperolah kelebihan atau keuntungan dari hasil transaksi yang dijalankannya. Untuk meningkatnya produksi dibutuhkan modal kerja yang diperoleh dari hasil keuntungan yang disisihkan atau ditabung. Dana tabungan akan menambah modal usaha melalui kerjasama (musyarakah) dengan prinsip bagi hasil (loss and profit sharing), shahibul maal akan memperoleh nisbah sesuai dengan kesepakatan sedangkan mudharib akan memperoleh keadialan selain nisbah yang telah ditentukan dari hasil yang diusahakannya. Sehingga kelebihan dana yang dimiliki oleh agniya tidak akan digunakan untuk berspekulasi tetapi akan digunakan untuk berinvestasi(syirkah). Konsep yang indah ini masih kurang disadari oleh umat Islam.

Efektivitas Zakat, Infak dan Shadaqah

Allah telah berjanji akan melipatgandakan bagi siapa saja hamba-Nya yang mengeluarkan Zakat, Infak dan Shadaqah (ZIS). Janji itu pasti akan ditepati-Nya asalakan dilaksanakan secara baik dan benar. Baik artinya harta yang akan dikeluarkan dilakukan secara ikhlas atas dasar melaksanakan perintah Allah, benar artinya harta yang disalurkan tepat pada sasaran yaitu fuqara wal masakin.

Selama ini banyak diantara para agniya, para orang kaya dan dermawan dalam menyalurkan Zakat, Infak dan Shadaqah masih sebatas menggugurkan kewajiban masih belum menyentuh pada aspek tanggung jawab moral ekonomi sebagai upaya untuk mengatasi kemiskinan (fuqora wal masakin). Sedangkan pembagiannya maish bertumpu pada jumlah penerima (kuantitas) belum pada kualitas penerima. Misalnya Bapak Fulan mempunyai dana yang akan di zakatkan sejumlah Rp. 5 juta. Uang tersebut biasanya akan dibagikan secara merata pada sejumlah orang yang cukup banyak. Bila setiap orang akan memperoleh Rp. 100.000,- maka orang yang akan mendapatkan pembagian uang tersebut sebanyak 50 orang. Memang uang sejumlah itu bagi rakyat miskin cukup besar. Namun dapat dipastikan uang Rp. 100.000,- itu akan habis dalam waktu paling lama 3 hari bagi sipenerima yang memiliki jumlah keluarga 2 orang. Tahun depan orang tersebut akan dapat dipastikan sangat mengharapkan zakat Pak Fulan kembali. Penyaluran zakat seperti ini akan menciptakan sifat ketergantungan dan hutang budi berkepanjangan. Sehingga sipengharap (mustahiq) jumlahnya akan selalu bertambah setiap tahunnya.

Sudah harus dimulai penyaluran zakat yang bersifat produktif dan tidak kuratif. Akan berbeda efeknya apabila uang zakat Rp. 5 juta dibagikan hanya kepada paling banyak 5 orang saja, jadi masing-masing orang akan medapat uang Rp. 1 juta. Dari uang Rp. 1 juta itu agar diarahkan untuk dijadikan modal kerja, misalnya untuk usaha dagang. Dengan demikian mustahiq tadi pada tahun yang akan datang dapat berubah menjadi orang yang memberikan zakat sesuai dengan keuntungan yang diperolehnya. Oleh karena itu bagi kelompok-kelompok ini dibutuhkan lembaga yang dapat membina dan mengarahkan agar tidak terbelenggu oleh kemiskinan secara berkepanjangan.

Untuk menjembatani hal tersebut dibutuhkan lembaga yang dapat menjangkau sampai pada tingkat operasional dikalangan rakyat kecil (grassroots) misalnya BMT (Baitul Mal Wattamwil).

Membangun Solidaritas Ekonomi Umat

Faktor lain yang menghambat pertumbuhan ekonomi umat Islam adalah karena kita masih kurang percaya pada kelompok kita sendiri. Umat Islam masih cenderung membanggakan produk atau merek yang diciptakan oleh orang lain. Mungkin ada produk yang dibuat oleh bangsa sendiri atau orang Islam yang memiliki kualitas cukup baik. Mengapa masih ada muslim membeli produk orang lain?, yang sudah pasti keuntungannya tidak dipergunakan untuk membayar zakat bahkan mungkin untuk sebaliknya menghancurkan generasi muslim menjadi orang yang konsumtif dan seterusnya. Ini adalah konsekwensi dari perang pemasaran yang sangat masif.

Maka sudah saatnya kita percaya pada bangsa sendiri dan khususnya umat Islam. Sebaliknya bagi produsen muslim harus menjaga dan menegakan etika bisnis yang Islami, sehingga dapat membangun kepercayaan dikalangan masyarakat muslim sendiri dan dunia usaha lainnya khususnya para konsumen.

Pada kesimpulannya rakyat masih membutuhkan bimbingan dalam rangka meningkatkan ekonominya. Maka dari itulah BMT diharapkan dapat dijadikan sebagai sarana meningkatkan sumber pendapatan bagi menciptkan lapangan usaha yang produktif. Karena BMT dapat menjangkau denyut nadi rakyat yang paling bawah. Jadi BMT bukan saja sebagai sarana sumber pembiayaan usaha umat juga harus dijadikan sebagai sentral akumulasi dana umat untuk selanjutnya disalurkan sebagai pembiayaan ekonomi produktif.(Ahmad Sukatmajaya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar